ETIKA DAN MORAL DALAM PENDIDIKAN JASMANI DAN
OLAHRAGA
MENUJU OLAHRAGA PRESTASI
(Perspektif Filsafat Nilai-Nilai Penjas dan
Olahraga)
Oleh
: Andi Akbar
Jurusan
Pendidikan Kepelatihan Olahraga FIK UNM
Pendidkan Jasmani dan olahraga
dewasa ini kian meluas dan memiliki makna yang bersifat universal dan
unik. Berawal dari sekedar kegiatan fisik yang menyehatkan badan, mengisi waktu
luang, dan media eksistensi
diri, akhirnya bergeser menjadi kegiatan yang multi kompleks, telah mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh fenomena-fenomena lain seperti politik, ekonomi, dan
sosial budaya. Sebagai sebuah fenomena
global sekaligus miniatur kehidupan, olahraga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
aspek-aspek kehidupan, seperti aspek
ekonomi, politik, sosial, pendidikan,
kesehatan, moral, dan Iain-lain. Disebut sebagai miniatur kehidupan
karena aktivitas olahraga sangat sarat dengan gambaran-gambaran kehidupan yang sebenarnya. Tidak heran jika kian hari kedudukannya
kian penting dan menempati tempat tersendiri dalam kehidupan masyarakat.
Pendidikan
Jasmani dan olahraga merupakan bagian integral dari pendidikan secara
keseluruhan, sehingga pendidikan jasmani dan olahraga memiliki arti yang cukup representatif
dalam mengembangkan manusia dalam persiapannya menuju manusia Indonesia
seutuhnya.
Pendidikan
jasmani dan olahraga di Indonesia memiliki tujuan kepada keselarasan antara
tubuhnya badan dan perkembangan jiwa, dan merupakan suatu usaha untuk membuat
bangsa indonesia yang sehat lahir dan batin, diberikan kepada segala jenis
sekolah. (UU no 4 th 1950, tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di
sekolah bab IV pasal 9) Pendidikan jasmani mempunyai tujuan pendidikan sebagai
(1) perkembangan organ-organ tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran
jasmani, 2) perkembangan neuro muskuler, 3) perkembangan mental emosional, 4)
perkembangan sosial dan 5) perkembangan intelektual. Tujuan akhir olahraga dan
pendidikan jasmani terletak dalam peranannya sebagai wadah unik penyempurnaan
watak, dan sebagai wahana untuk memiliki dan membentuk kepribadian yang kuat,
watak yang baik dan sifat yang mulia; hanya orang-orang yang memiliki kebajikan
moral seperti inilah yang akan menjadi warga masyarakat yang berguna (Baron
Piere de Coubertin)
Uraian di atas
memperjelas bahwa pendidikan jasmani dan olahraga merupakan ‘alat’ pendidikan,
sekaligus pembudayaan. Proses ini merupakan sebuah syarat yang memungkinkan
manusia mampu terus mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai manusia. Pendidikan
adalah segenap upaya yang mempengaruhi pembinaan dan pembentukkan kepribadian,
termasuk perubahan perilaku, karena itu pendidikan jasmani dan olahraga selalu
melibatkan dimensi sosial, disamping kriteria yang bersifat fisikal yang
menekankan ketrampilan, ketangkasan dan unjuk ‘kebolehan’.
Dimensi sosial
ini melibatkan hubungan antar orang, antar peserta didik sebagai sebagai
fasilitator atau pengarah. Kondisi saat ini ketika masyarakat Indonesia
menghadapi permasalahan perekonomian yang berkepanjangan, tidak terlepas dari
etika dan moral bangsa yang sudah ‘bobrok’, praktek KKN yang sudah membudaya di
seluruh kalangan pemerintah, budaya bangsa yang luhur mulai terkikis sedikit
demi sedikit. Anak banyak yang tidak menghargai gurunya bahkan orang tuanya. Fenomena
dalam pendidikan jasmani saat ini, banyak anak yang enggan mengikuti pelajaran
pendidikan jasmani karena terkesan membosankan dan menjemukan begitu pula
dibidang olahraga prestasi yang sering terlihat di media televisi atlet memukul
wasit, tawuran antar penonton, atlet dan official. Hal ini merupakan cerminan
lunturnya nilai-nilai yang ada di olahraga yaitu Sportifitas (nilai kejujuran
dan ksatria) yang merupakan rohnya para pelaku olahraga yang diharapkan dapat
diaplikasikan nilai-nilai olahraga tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Masalah moral di
Amerika menjadi salah satu isu pendidikan yang diangkat dalam membentuk
manusia Amerika, mengingat orang Amerika
pernah terkejut pada awal 1985 ketika mereka mengetahui bahwa pemenang medali
cabang balap sepeda pada Olimpiade yang berasal dari USA mengakui telah
mendoping darah sebelum kompetisi. Ditambah lagi 86 atlet Amerika dari berbagai
cabang gagal melewati tes obat-obatan yang diadakan oleh Komite Olahraga
Amerika Serikat, sembilan bulan sebelum pertandingan pada tahun 1984. Belum lagi
kasus kematian pelari Belanda di Universitas Amerika membawa pada penemuan
secara tidak sengaja tentang penggunaan secara luas resep obat yang didapatkan
secara ilegal oleh atlet mahasiswa, yang disuplai oleh pelatih kampus.
Pendidikan
jasmani dan olahraga adalah laboratorium bagi pengalaman manusia, karena dalam
pendidikan jasmani dan olahraga menyediakan kesempatan untuk memperlihatkan
mengembangan karakter. Pengajaran etika
dalam pendidikan jasmani dan olahraga biasanya dengan contoh atau perilaku.
Pengajar atau pelatih tidak baik berkata kepada muridnya atau atletnya untuk
memperlakukan orang lain secara adil kalau dia tidak memperlakukan
murid/atletnya secara adil. Selain dari pada itu pendidikan jasmani dan
olahraga begitu kaya akan pengalaman emosional. Aneka macam emosi terlibat di
dalamnya.
Kegiatan
pendidikan jasmani dan olahraga yang berakar pada permainan, ketrampilan dan ketangkasan
memerlukan pengerahan energi untuk menghasilkan yang terbaik. Pantas rasanya
jika kita setuju untuk mengemukakan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga
merupakan dasar atau alat pendidikan dalam membentuk manusia seutuhnya, dalam
pengembangan kemampuan cognitif, afektif dan psikomotor yang behavior dalam
membentuk kemampuan manusia yang berwatak dan bermoral.
Dalam tulisan ini
akan lebih dibahas tentang etika dan permasalahan dalam pendidikan jasmani dan
olahraga. Dengan mencoba mengkomperkan dan menanalisis serta memyusun
rekomendasi yang memungkinkan dalam pengembangan pendidikan jasmani dan
olahraga.
Berdasarkan latar
belakang di atas, agar tulisan ini lebih mengarah maka pembahasan akan lebih di
fokuskan pada:
1. Bagaimana hakikat etika dan moral?
2. Bagaimana hakikat penidikan jasmani dan
olahraga?
3. Bagaimana proses pengajaran etika dan moral
dalam pendidikan jasmani dan olahraga?
4. Bagaimana pendidikan etika dan moral membentuk
manusia secara utuh?
5. Bagaimana aplikasi moral dalam olahraga?
Masalah tersebut akan dicoba dibahas dalam tulisan ini
dari segi teori dan analisis pendidikan jasmani dan olahraganya.
Etik atau sering
kita lafalkan dalam istilah etika adalah sebuah studi analitik, studi ilmiah
tentang landasan teoretis tindakan moral. Studi tentang etika sering
dikategorikan sesuai dengan profesi seperti etika hukum, etika bisnis, etika
kedokteran, etika coaching (pelatihan), dan Iain-lain. Etika juga dapat
dibagi menjadi mateetik, etik analitik, dan etik kritis.
Istilah etika dan
moral secara etimologis, kata ethics berasal dari kata Yunani, ethike yang
berarti ilmu tentang moral atau karakter. Menurut Rusli Lutan (2001) mengatakan
tentang etika secara khas berhubungan dengan prinsip kewajiban manusia atau
studi tentang semua kualitas mental dan moral yang membedakan seseorang atau
suku bangsa. Moral berasal dari kata Latin, mos dan dimaksudkan sebagai adat
istiadat atau tata krama[1].
Sedangkan menurut (Franz Magnis Suseno,1989) mengatakan bahwa etika tidak
mempunyai pretensi untuk secara langsung dapat membuat manusia menjadi lebih
baik. Etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, dimana yang
dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang
lebih mendasar dan kritis. Lebih lanjut dikatakan bahwa etika adalah sebuah
ilmu, bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran-ajaran moral tidak berada di
tingkat yang sama. Untuk memahami etika, maka kita harus memahami moral.
Selanjutnya
Suseno mengatakan bahwa etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara
kritis. Etika tidak memberikan ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan,
nilai-nilai, norma-norma dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika
menuntut pertanggungjawaban dan mau menyingkapkan kerancuan. Etika tidak
membiarkan pendapat-pendapat moral begitu saja melainkan menuntut agar pendapat
moral yang dikemukakan dipertanggung jawabkan. Etika berusaha untuk menjernihkan
permasalahan moral.[2]
Dalam etika
mengembangkan diri, Orang hanya dapat menjadi manusia utuh kalau semua nilai atas
jasmani dan olahraga tidak asing baginya, yaitu sportifitas (ksatria dan
kejujuran), semangat berkompetisi secara sehat, fair play nilai-nilai kebenaran
dan pengetahuan, kesosialan, tanggung jawab moral, estetis dan religius. Suatu
usaha sangat berharga untuk menyusun nilai-nilai dan menjelaskan makna bagi
manusia dilakukan oleh Max Scheler dalam (Rusli Lutan,2001) dikemukan sebagai
berikut: Mengembangkan diri, melepaskan diri, menerima diri.[3]
Sedangkan menurut (Freeman,2001) menyebutkan bahwa etika terkait dengan moral dan tingkah laku, menjelaskan aturan
yang tepat tentang sikap. Etika merupakan pelajaran dari tingkah laku ideal dan
pengetahuan antara yang baik dan buruk. Etika juga menggambarkan tindakan yang
benar atau salah dan apa yang harus orang lakukan atau tidak. Etika penting
karena merupakan kesepakatan pada kebiasan manusia, bagaimana modelnya, bagaimana
ia menunjukkan dirinya sendiri, dengan segala sisi baik dan buruk.[4]
Scott Kretchmar
mengemukakan etika mendasari tentang cara melihat dan mempromosikan kehidupan
yang baik, tentang mendapatkannya, merayakannya dan menjaganya. Etika terkait
dengan nilai-nilai pemeliharaan seperti kebenaran, pengetahuan, kesempurnaan,
persahabatan dan banyak nilai-nilai lainnya. Etika juga mengenai rasa belas
kasih dan simpati, tentang memastikan kehidupan baik berbagi dengan lainnya,
etika terkait dengan kepedulian terhadap yang lain, terutama yang tidak punya
kedudukan atau kekuatan yang diperlukan untuk melindungi diri mereka sendiri
atau jalan mereka.[5]
Moral berasal dari
bahasa Latin mos dan dimaksudkan sebagai adat istiadat atau tata krama.
Dalam pengertian teknis, moral menunjukan apakah perbuatan seseorang baik atau
buruk, bijak atau jahat. Atau karakter bertanggung jawab. Istilah moral
dikaitkan dengan motif, maksud dan tujuan berbuat. Moral berkaitan dengan niat
sedangkan etika adalah studi tentang moral. Menurut Freeman (2001) etika
terkait dengan moral dan tingkah laku. Lebih lanjut Scott Kretchmar menyatakan
bahwa etika juga mengenai tentang rasa belas kasih dan simpati tentang
memastikan kehidupan yang baik berbagi dengan lainnya.[6]
Menurut Franz
Magnis Suseno (1987) mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada baik-buruknya
manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat
dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur
untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi
baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan
terbatas. Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Selanjutnya
dikatakan bahwa ada norma-norma khusus yang hanya berlaku dalam bidang atau
situasi khusus. Seperti bola tidak boleh disentuh oleh pemain sepakbola, bila
permainan berhenti maka aturan itu sudah tidak berlaku. Norma diatas merupakan
norma khusus, sedangkan norma umum ada tiga macam seperti: norma-norma sopan
santun, norma-norma hukum dan norma-norma moral. Norma sopan santun menyangkut
sikap lahiriah manusia.[7]
Namun sikap
lahiriah sendiri tidak bersifat moral. Norma hukum adalah norma yang dituntut dengan
tegas oleh masyarakat karena perlu demi keselamatan dan kesejahteraan umum.
Norma hukum adalah norma yang tidak dibiarkan dilanggar, orang yang melanggar
hukum, pasti akan dikenai hukuman sebagai sanksi. Tetapi norma hukum tidak sama
dengan norma moral. Bisa terjadi bahwa demi
tuntutan suara hati, demi kesadaran moral, orang harus melanggar hukum.
Kalaupun dihukum, hal itu tidak berarti bahwa orang itu buruk. Hukum tidak
dipakai untuk mengukur baik-buruknya seseorang sebagai manusia, melainkan untuk
menjamin tertib umum. Norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat
untuk mengukur kebaikan seseorang, maka dengan norma-norma moral kita
betul-betul dinilai. Itulah sebab penilaian moral selalu berbobot.
Perkembangan
moral adalah proses, dan melalui proses itu seseorang mengadopsi nilai dan
perilaku yang diterima oleh masyarakat. Pada dasarnya seseorang yang konsisten
menginternalisasi norma dipandang sebagai seseorang yang bermoral.[8]
Para ahli menerapkan apa yang disebut pendekatan “kantong kebajikan” (Kohlberg,
1981), teori ini percaya bahwa seseorang mencontoh perilaku orang lain sebagai
model atau tauladan yang ia nilai memiliki sifat-sifat tertentu atau yang
menunjukkan perilaku berlandaskan nilai yang diharapkan.
Untuk memahami
moral Kohlberg (1981) dan Rest (1986) menyatakan bahwa pemahaman moral
berpengaruh langsung terhadap motivasi dan perilaku namun memiliki hubungan
yang tak begitu kuat. Hubungan erat pada empati, emosi, rasa bersalah, latar
belakang sosial, pengalaman.[9] Suseno melihat terdapat tiga prinsip dasar
dalam moral, yaitu prinsip sikap baik,
prinsip keadilan dan prinsip hormat terhadap diri sendiri. Prinsip sikap baik
dimana prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain, dimana
sikap yang dituntut dari kita adalah jangan merugikan siapa saja. Prinsip bahwa
kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan
untuk sedapat mungkin mencegah akibat buruk dari tindakan.[10]
Prinsip keadilan
dimana keadilan tidak sama dengan sikap baik, demi menyelamatan gol dari
serangan lawan, pemain belakang menahan dengan tangan, hal itu tetap tidak
boleh dengan alasan apapun, berbuat baik dengan melanggar hak pihak lain tidak
dibenarkan. Prinsip hormat terhadap diri sendiri mengatakan bahwa manusia wajib
untuk selalu memperlakukan diri sebagai suatu yang bernilai pada dirinya
sendiri. Prinsip ini berdasarkan faham bahwa manusia adalah person, pusat
berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk
berakal budi. Bagaimana kita mengajarkan etika dan nilai moral? Dalam
mengajarkan etika dan nilai moral sebaiknya lebih bersifat contoh, pepatah
mengatakan bahwa tindakan lebih baik baik dari kata-kata. Menurut Rusli Lutan
mengatakan nilai moral itu beraneka macam, termasuk loyalitas, kebajikan, kehormatan,
kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperasi, tugas dll. Lebih
lanjut dikatakan ada 4 nilai moral yang menjadi inti dan bersifat universal[11]
yaitu :
1)
Keadilan
Keadilan ada dalam
beberapa bentuk; distributif, prosedural, retributif dan kompensasi. Keadilan
distributif berarti keadilan yang mencakup pembagian keuntungan dan beban
secara relatif. Keadilan prosedural
mencakup persepsi terhadap prosedur yang dinilai sportif atau fair dalam
menentukan hasil. Keadilan retributif mencakup persepsi yang fair sehubungan
dengan hukuman yang dijatuhkan bagi pelanggar hukum. Keadilan kompensasi mencakup
persepsi mengenai kebaikan atau keuntungan yang diperoleh penderita atau yang
diderita pada waktu sebelumnya. Seorang wasit bila ragu memutuskan apakah
pemain penyerang berada pada posisi off-side dalam sepakbola, ia minta pendapat
penjaga garis. Semua pemain penyerang akan protes, meskipun akhirnya harus
dapat menerima, jika misalnya wasit dalam kasus lainnya memberikan hukuman tendangan
penalti akibat pemain bertahan menyentuh bola dengan tanganya, atau sengaja menangkap
bola di daerah penalti.
2)
Kejujuran
Kejujuran dan
kebajikan selalu terkait dengan kesan terpercaya, dan terpercaya selalu terkait
dengan kesan tidak berdusta, menipu atau memperdaya. Hal ini terwujud dalam
tindak dan perkataan. Semua pihak percaya bahwa wasit dapat mempertaruhkan
integritasnya dengan membuat keputusan yang fair. Ia terpercaya karena keputusannya
mencerminkan kejujuran.
3)
Tanggung Jawab
Tanggung jawab
merupakan nilai moral penting dalam kehidupan bermasyarakat. Tanggung jawab ini
adalah pertanggungan perbuatan sendiri. Seorang atlet harus bertanggung jawab
kepada timnya, pelatihnya dan kepada permainan itu sendiri. Tanggung jawab ini
merupakan nilai moral terpenting dalam olahraga.
4)
Kedamaian
Kedamaian
mengandung pengertian: a) tidak akan menganiaya, b) mencegah penganiayaan, c)
menghilangkan penganiaan, dan d) berbuat baik. Bayangkan bila ada pelatih yang mengintrusikan
untuk mencederai lawan agar tidak mampu bermain? Freeman dalam buku Physical
Education and Sport in A cahanging Society menyarankan 5 area dasar dari etika
yang harus diberikan yaitu: 1) Keadilan dan persamaan, 2) Respek terhadap diri
sendiri. 3) Respek dan pertimbangan terhadap yang lain, 4) Menghormati
peraturan dan kewenangan, 5) Rasa terhadap perspektif atau nilai relatif.
(Freeman,2001)[12]
a) Keadilan dan
Persamaan; Anak
didik atau atlet adalah mengharapkan perlakuan yang adil dan sama. Anak didik
ingin sebuah kesempatan untuk belajar yang sama. Sering kali anak didik yang di
bawah rata-rata dalam olahraga diabaikan.
b) Respek terhadap diri sendiri; Pelajar atau atlet membutuhkan respek
terhadap diri sendiri dan imej positif tentang dirinya untuk menjadi sukses.
Pelatih dan pengajar yang melatih semua anak didiknya dengan sama mengambil
langkah tepat dalam setiap arahnya agar anak didiknya merasa dirinya penting
dan layak dimata pengajarnya.
c) Rasa hormat dan kepedulian terhadap orang lain; Pelajar dan atlet membutuhkan rasa hormat
kepada orang lain, apakah teman sekelasnya, lawan bertanding, guru ataupun
pelatihnya. Mereka perlu belajar tentang bagaimana pentingnya memperlakukan
orang lain dengan hormat.
d) Menghormati peraturan dan kewenangan; Pelajar dan atlet perlu menghormati
kewenangan dan peraturan, karena tanpa kedua hal ini suatu perhimpunan tidak
akan berfungsi
e) Rasa terhadap perspektif atau nilai relative; Beberapa pertanyaan tentang gunanya
berolahraga perlu dipertimbangkan diantaranya ; a) seberapa penting olahraga,
b) apakah hubungan yang tepat antara olahraga dalam filosofi pendidikan kita?, c)
Seberapa penting suatu kemenangan dan d) apa yang menjadi integritas akademik
kita? Pendidik jasmani dalam proses pendidikan sebaiknya mengembangkan
karakter, karakter menurut David Shield dan Brenda Bredemeir adalah empat
kebajikan dimana seseorang mempunyai karakter bagus menampilkan; compassion
(rasa belas kasih), fair ness (keadilan), sportsmanship (ketangkasan) dan
integritas.[13]
Dengan adanya
rasa belas kasih, murid dapat diberi semangat untuk melihat lawan sebagai kawan
dalam permainan, sama-sama bernilai, samasama patut menerima penghargaan.
Keadilan melibatkan tidak keberpihakan, sama-sama tanggung jawab. Ketangkasan
dalam olahraga melibatkan berusaha secara intens menuju sukses.
Filsafat
olahraga, seperti filsafat lainnya, dalam olahraga ada beberapa konsep yang
perlu dikaji dan dipahami secara mendalam. Konsep ini bersifat abstrak yaitu
‘mental image’. Walau kita tahu bahwa konsep ini abstrak, tetapi didalam konsep
ini ada makna tertentu, walau perbedaan
makna pada setiap individu berbeda-beda tentang ini. Menurut Abdul Kadir Ateng
(1986) menyatakan bahwa konsep dasar tentang keolahragaan beragam, seperti
bermain (play), pendidikan jasmani (physical education), olahraga (sport),
rekreasi (recreation), tari (dance). Bermain (play) adalah fitrah manusia yang
hakiki sebagai mahluk bermain (homo luden), bermain suatu kegiatan yang tidak
berpretensi apa-apa, kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan,
atau peniruan peran.[14]
Dengan kata lain,
aktivitas bermain dalam nuansa riang dan gembira. Dalam bermain terdapat unsur
ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang
sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa
wasitpun permainan anak-anak terlihat belum tercemar.
Dalam bermain
terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair
play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau
tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat menyenangkan dan gembira ini
merupakan bentuk permainan yang belum tercemar. Dalam bermain pendidikan etika
yang ada tidak mengenal pada suatu ajaran tertentu, karena anak bermain tidak
melihat sisi religius teman dan bentuk permainan, karena tidak ada aturan dalam
hal religus dalam bentuk permainan. Pendidikan etika disini yang membetuk
manusia yang baik dan kritis, sehingga proses pemberian pembelajarannya lebih
bersifat mengembangkan daya pikir kritis
dengan mengamati realitas kehidupan. Seperti melihat harimau, maka anak
akan meniru gaya harimau yang menerkam mangsa, simangsa sudah tentu adalah
teman sepermainannya. Bermain dalam alam anak memberikan konsep anak
bertanggung jawab terhadap permainan tersebut.
Memurut Rusli
Lutan (2002) menyatakan bahwa olahraga (sport) yang merupakan kegiatan otot
yang energik dan dalam kegiatan itu atlet memperagakan kemampuan geraknya
(performa) dan kemauannya semaksimal mungkin, akan tetapi perkembangan
teknologi memungkinkan faktor mesin menjadi
techno-sport, seperti balap mobil, balap motor, yang banyak tergantung
dengan faktor mesin. Olahraga bersifat netral dan umum, tidak digunakan dalam
pengertian olahraga kompetitif, karena pengertiannya bukan hanya sebagai
himpunan aktivitas fisik yang resmi terorganisasi (formal) dan tidak resmi
(informal).[15]
Olahraga berasal dari dua suku kata, yaitu olah dan raga,
yang berarti memasak atau memanipulasi raga dengan tujuan membuat raga menjadi
matang (Ateng, 1993), Olahraga digunakan untuk segala jenis kegiatan fisik,
yang dapat dilakukan di darat, air, maupun di udara.[16]
Kemal dan Supandi mengungkapkan beberapa definisi olahraga ditinjau dari kata
asalnya (1990), yaitu (1) disport/disportare, yaitu bergerak dari suatu
tempat ke tempat lain (menghindarkan diri). Olahraga adalah suatu permulaan
dari dan menimbulkan keinginan orang untuk menghindarkan diri atau melibatkan
diri dalam kesenangan (rekreasi), (2) field sport, mula-mula dikenal di
inggris abad ke-18. Kegiatanya dilakukan oleh para bangsawan/aristocrat,
terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menembak dan berburu pada waktu senggang.
(3) despoter, berarti membuanglelah (bahasa perancis). (4) sport, sebagai
pemuasan atau hobi (ensiklopedia Jerman). (5) olahraga, latihan gerak badan
untuk menguatkan badan, seperti berenang, main bola, dsb. Olahraga adalah usaha
mengolah, melatih raga/tubuh manusia untuk menjadi sehat dan kuat.[17]
Pendidikan jasmani
pada dasarnya bersifat universal, berakar pada pandangan klasik tentang
kesatuan erat antara “body and mind”, Pendidikan jasmani adalah bagian integral
dari pendidikan melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan
individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional. Konsep
pendidikan jasmani terfokus pada proses sosialisasi atau pembudayaan via
aktifitas jasmani, permainan dan olahraga. Proses sosialisasi berarti
pengalihan nilai-nilai budaya, perantaraan belajar merupakan pengalaman gerak
yang bermakna dan memberi jaminan bagi partisipasi dan perkembangan seluruh
aspek kepribadian peserta didik. Perubahan terjadi karena keterlibatan peserta
didik sebagai aktor atau pelaku melalui pengalaman dan penghayatan secara
langsung dalam pengalaman gerak
sementara guru sebagai pendidik berperan sebagai “pengarah” agar
kegiatan yang lebih bersifat pendeawsaan itu tidak meleset dari pencapaian
tujuan.
Harsono (1988) mengemukakan
bahwa olahraga pada hakikatnya Adalah "the big muscles activities".[18]
Hampir sama dengan pendapat Kemal dan Supandi (1990) yang menjelaskan bahwa
olahraga pada hakikatnya adalah "aktivitas otot besar yang menggunakan
energi tertentu untuk meningkatkan kualitas hidup". Hal ini agak berbeda
dengan Abdul Kadir Ateng (1993) mengungkapkan bahwa "ciri-ciri hakiki
olahraga adalah: (1) aktivitas fisik, (2) permainan, (3) pertandingan,
Ketiganya dipayungi semangat fair play/sportif.[19]
Satu-satunya ciri hakiki olahraga yang tertinggal utuh adalah pertandingan,
karena itu dikatakan tak ada olahraga tanpa pertandingan. Definisi lain dari olahraga
antara lain menurut Rusli Lutan, dkk. (1997) yang mengungkapkan bahwa olahraga
"adalah perluasan dari bermain".[20]
Menpora RI mengungkapkan bahwa olahraga adalah bentuk-bentuk kegiatan jasmani
yang intensif dalam rangka memperoleh rekreasi, kemenangan dan prestasi optimal
(Menpora RI).
Kita telah
menyadari bahwa pendidikan jasmani dan olahraga adalah laboratorium bagi
pengalaman manusia, oleh sebab itu guru pendidikan jasmani harus mencoba
mengajarkan etika dan nilai dalam proses belajar mengajar, yang mengarah pada
kesempatan untuk membentuk karakter anak. Karakter anak didik yang dimaksud
tentunya tidak lepas dari karakter bangsa Indonesia serta kepribadian utuh anak,
selain harus dilakukan oleh setiap orangtua dalam keluarga, juga dapat
diupayakan melainkan pendidikan nilai di sekolah. Saran yang bisa diangkat
yaitu :
1) Seluruh suasana dan iklim di sekolah sendiri
sebagai lingkungan sosial terdekat yang setiap hari dihadapi, selain di
keluarga dan masyarakat luas, perlu mencerminkan penghargaan nyata terhadap
nilai-nilai kemanusiaan yang mau diperkenalkan dan ditumbuhkembangkan
penghayatannya dalam diri peserta didik. Misalnya, kalau sekolah ingin menanamkan
nilai keadilan kepada para peserta didik, tetapi di lingkungan sekolah itu
mereka terang-terangan menyaksikan berbagai bentuk ketidakadilan, maka di
sekolah itu tidak tercipta iklim dan suasana yang mendukung keberhasilan
pendidikan nilai. (Seperti praktek jual-beli soal, mark up nilai, pemaksaan
pembelian buku dsb).
2) Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari
para pendidik atau sikap keteladanan mereka dalam menghayati nilai-nilai yang
mereka ajarkan akan dapat secara instintif mengimbas dan efektif berpengaruh
pada peserta didik. Sebagai contoh, kalau guru sendiri memberi kesaksikan hidup
sebagai pribadi yang selalu berdisiplin, maka kalau ia mengajarkan sikap dan
nilai disiplin pada peserta didiknya, ia akan lebih disegani.
3) Semua pendidik di sekolah, terutama para guru
pendidikan jasmani perlu jeli melihat peluang-peluang yang ada, baik secara
kurikuler maupun non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap dan
perilaku positif dalam hidup bersama dengan orang lain, baik dalam keluarga,
sekolah, maupun dalam masyarakat. Misalnya sebelum pelajaran dimulai, guru
menegaskan bila anak tidak mengikuti pelajaran karena membolos, maka nilai
pelajaran akan dikurangi.
4) Secara kurikuler pendidikan nilai yang
membentuk sikap dan perilaku positif juga bisa diberikan sebagai mata pelajaran
tersendiri, misalnya dengan pendidikan budi pekerti. Akan tetapi penulis tidak
menyarankan untuk di lakukan.
5) Melalui pembinaan rohani siswa, melalui
kegiatan pramuka, olahraga, organisasi, pelayanan sosial, karya wisata, lomba,
kelompok studi, teater, dll. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut para pembina
melihat peluang dan kemampuannya menjalin komunikasi antar pribadi yang cukup
mendalam dengan peserta didik.
Isu
sentral yang sering terjadi dalam kegiatan olahraga adalah banyaknya pelanggaran yang dilakukan baik oleh atlet, pelatih,
maupun masyarakat luas. Perilaku tersebut ada yang sudah direncanakan
sebelumnya, ada yang spontan karena tidak dapat mengendalikan emosinya, ada
pula yang dilakukan tanpa didasari dan tiba-tiba masuk ke dalam perkelahian
massal dan sebagainya. Contoh proses
tersebut tidak akan terjadi apabila seluruh pelaku olahraga dapat memahami dan
mengaplikasikan penalaran moral dalam olahraga. Untuk lebih rincinya tentang aplikasi penalaran moral dalam olahraga, berikut
ini disajikan tiga sub bagian dari penalaran moral, yaitu (a) kesadaran untuk
bermain sportif, (b) mengetahui, menilai dan berbuat (c) implikasi dalam praktik. Ketiga sub bagian ini
akan dijelaskan sebagai berikut:
a)
Kesadaran Untuk Bermain Sportif
Dalam sebuah pertandingan sepak
bola, sejak awal pertandingan pemain A berniat untuk mencederai pemain lawan
yang konflik. Apa yang diketahui sebagai
sesuatu yang baik, boleh jadi bertentangan dengan kepercayaan yang telah
melekat pada diri pribadi seseorang.
b)
Mengetahui, Menilai dan
Berbuat
Pada komponen pengetahuan moral terdapat unsur lainnya yakni
kesadaran moral, pengetahuan tentang nilai moral, perhitungan ke depan,
pertimbangan moral, pembuatan keputusan. Pengetahuan moral merupakan satu fase
kognitif dalam belajar tentang isu moral
dan bagaimana memecahkannya. Tahap ini berkenaan dengan pengetahuan
tentang isu moral dan dilema, mengetahui apa
yang menjadi keyakinan dan memberlakukan nilai berkaitan dengan dilema, dan
akhirnya mengetahui bagaimana membuat pertimbangan sehubungan dengan
dilemah sampai akhirnya ditemukan hal yang
baik untuk dilakukan.
Selanjutnya, penalaran dan pertimbangan moral selalu berlandaskan pada apa yang kita yakini atau
percayai mengenai diri kita, masyarakat, dan
orang lain di sekitar kita. Inilah yang disebut penilaian moral. Tahap
penalaran dan pertimbangan nilai moral ini mengetengahkan pertanyaan:
apa yang terbaik bagi saya? Apakah
kemenangan di atas segala-galanya? Apakah proses lebih baik daripada hasil? Apakah ada hal lain yang lebih penting daripada
kemenangan? Pertimbangan moral yang memberlakukan nilai tertentu, berkaitan
langsung dengan empati, pengendalian diri, dan kesadaran bahwa kita berbuat
terhadap orang lain. Adapun berbuat atau tindakan moral perilaku yang nampak
yang dinyatakan dan sejalan dengan sistem nilai yang dianut. Tindakan moral ini
bergantung pada kompetensi tentang isu moral dan nilai kita sendiri. Apa yang
kita yakini baik akan mempengaruhi keputusan kita untuk berbuat yang baik.
Persoalanyaya adalah apakah kita memiliki keberanian untuk berbuat sesuai
dengan keyakinan kita? Pada akhirnya tindakan moral itu bergantung juga pada
kebiasaan hidup sehari-hari. Apakah berbuat sesuatu yang "baik" telah
menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari?
c)
Implikasi
dalam Praktik
Sampai disini, muncul pertanyaan pokok terkait dengan
ketiga faktor di atas (mengetahui, menilai, dan berbuat), bagaimana penerapan
ketiga faktor tersebut dalam siatuasi olahraga? Ketiga fase itu mempengaruhi
keputusan moral. Berkaitan dengan persoalan ini sangat penting untuk dihayati
bahwa olahraga dan pendidikan jasmani adalah kegiatan yang tidak bebas nilai,
dan justru merupakan gelanggang untuk membina moral. Coba bayangkan, meskipun
anda tidak pernah bermain golf, namun perlu dipahami kegiatan olahraga itu
merupakan sebuah cabang olahraga yang benar-benar menuntut sportifitas. Setiap
sentuhan atau pukulan terhadap bola semuanya memiliki arti, karena permainan
ini menekankan pada performa dalam bentuk jumlah pukulan sesedikit mungkin
hingga bola masuk ke dalam lubang yang dihitung sejak pukulan pertama. Tidak
ada wasit secara langsung mengawasi pemain, dalam situasi demikian sungguh
mungkin pemain berbuat curang. Meskipun dalam praktik antara pemain saling
mengawasi. Olahraga ini benar-benar membutuhkan sportifitas.
Penulis mencoba
merekomendasikan beberapa hal tentang pendidikan nilai dalam pendidikan jasmani
berdasarkan latar belakang dan teori, diantaranya:
a) Pendidikan jasmani dan olahraga merupakan
alat pendidikan, sekaligus pembudayaan.
b) Pendidikan jasmani dan olahraga adalah
laboratorium bagi pengalaman manusia, karena dalam pendidikan jasmani dan
olahraga menyediakan kesempatan untuk memperlihatkan pengembangan karakter.
c) Orang hanya dapat menjadi manusia utuh kalau
semua nilai atas jasmani dan olahraga tidak asing baginya, yaitu sportifitas
(ksatria dan kejujuran), semangat berkompetisi secara sehat, fair play,
nilai-nilai kebenaran dan pengetahuan, kesosialan, tanggung jawab moral,
estetis dan religius
d) Pendidikan etika konsepnya bersifat abstrak,
sehingga pemberiannya harus lebih banyak pada perilaku dan contoh-contoh yang
konstruktif.
e) Pendidikan jasmani sebagai alat pendidikan
mempercepat anak dalam mengembangkan konsep tentang moral.
f) Mengamati realitas moral secara kritis, akan
lebih dekat pada bentuk permainan, dimana mengamati realitas moral merupakan
pendidikan etika.
g) Ada 4 nilai moral yang menjadi inti dan
bersifat universal yaitu keadilan, kejujuran, tanggung jawab dan kedamaian
mengandung pengertian: a) tidak akan menganiaya, b) mencegah penganiayaan, c)
menghilangkan penganiaan, dan d) berbuat
baik.
h) Dukungan lingkungan sekolah dan masyarakat
harus dijaga untuk menjaga iklim lingkungan sosial yang baik, agar mendukung
pendidikan etika dan nilai.
i) Aplikasi penalaran
moral dalam olahraga yaitu (a) kesadaran untuk bermain sportif, (b) mengetahui,
menilai dan berbuat (c) implikasi dalam
praktik
a) Disarankan kepada guru pendidikan jasmani dan
pelatih dapat mengajarkan nilai dan etika diluar jam pelajaran, terutama saat
ektra kurikuler, kegiatan pramuka, organisasi klub olahraga sekolah dengan
melihat peluang yang tepat dalam pendekatan individu.
b) Disarankan agar pengajaran etika dalam
pendidikan jasmani dan olahraga biasanya dengan contoh atau perilaku. Pengajar
atau pelatih tidak baik berkata kepada muridnya atau atletnya untuk
memperlakukan orang lain secara adil kalau dia tidak memperlakukan
murid/atletnya secara adil.
c) Disarankan untuk membuat mata pelajaran
tentang budi pekerti, tetapi hal ini perlu pembicaraan sesama seksama.
d) Dalam rangka menciptakan manusia seutuhnya
maka disarankan agar semua nilai atas pendidikan jasmani dan olahraga yaitu
sportifitas (ksatria dan kejujuran), semangat berkompetisi secara sehat, fair
play, nilai-nilai kebenaran dan pengetahuan, kesosialan, tanggung jawab moral,
estetis dan religious dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Franz Magnis Suseno, (1987) Etika Dasar, Masalah-masalah pokok filsafat
moral. Yogyakarta: Perc. Kanisius, 1987.
_________________,
(2000), Kuasa & Moral. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis
Dalam Coaching. Jakarta: CV Tambak
kusuma.
Ikhwanuddin Syarif (ed). (2001) Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia baru,
70 tahun Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed. Jakarta: Grasindo, 2001.
Richard Tinning, et., al, (2001) Becoming a physical education teacher, Australia: Printice hall.
Rusli Lutan (ed)., (2001) Olahraga dan Etika Fair Play. Direktorat
Pemberdayaan IPTEK Olahraga, Dirjen OR, Depdiknas, Jakarta: CV. Berdua Satu tujuan.
Rusli lutan, Sumardiyanto, 2002, filasafat
olahraga. Depdiknas, Dirjen Dikdasmen.
William H. Freeman, 6th ed. (2001) Physical Education and sport in a changing
society. Boston: Allyn & Bacon.
Wendy Kohli (ed).,(1995) Critical Conversations in Pholosophy of Education. New York:
Routledge.
Wuest,
D.A. and Butcher, C.A. (1995). Foundation of Physical Education and Sport. St.
Louis: Mosby. Zeigler Erie F, (1988)
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
[1] Rusli Lutan (ed)., (2001) Olahraga dan Etika Fair Play. Direktorat Pemberdayaan IPTEK
Olahraga, Dirjen OR, Depdiknas, Jakarta: CV.
Berdua Satu tujuan.
[2] Franz Magnis Suseno, (1987) Etika Dasar, Masalah-masalah pokok filsafat
moral. Yogyakarta: Perc. Kanisius, 1987.
[3] Rusli Lutan (ed)., (2001) Olahraga dan Etika Fair Play. Direktorat Pemberdayaan IPTEK
Olahraga, Dirjen OR, Depdiknas, Jakarta: CV.
Berdua Satu tujuan.
[4] William H. Freeman, 6th ed. (2001) Physical Education and sport in a changing
society. Boston: Allyn & Bacon.
[5] Richard Tinning, et., al, (2001) Becoming a physical education teacher, Australia: Printice hall.
[6] William H. Freeman, 6th ed. (2001) Physical Education and sport in a changing
society. Boston: Allyn & Bacon.
[7] Franz Magnis Suseno, (1987) Etika Dasar, Masalah-masalah pokok filsafat
moral. Yogyakarta: Perc. Kanisius, 1987.
[8] Ikhwanuddin Syarif (ed). (2001) Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia baru,
70 tahun Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed. Jakarta: Grasindo, 2001.
[9] Wendy Kohli (ed).,(1995) Critical Conversations in Pholosophy of
Education. New York: Routledge.
[10] Franz
Magnis Suseno, (1987) Etika Dasar,
Masalah-masalah pokok filsafat moral. Yogyakarta: Perc. Kanisius, 1987.
[11] Rusli
Lutan (ed)., (2001) Olahraga dan Etika
Fair Play. Direktorat Pemberdayaan IPTEK Olahraga, Dirjen OR, Depdiknas,
Jakarta: CV. Berdua Satu tujuan.
[12] William
H. Freeman, 6th ed. (2001) Physical
Education and sport in a changing society. Boston: Allyn & Bacon.
[13] Wuest, D.A. and Butcher, C.A. (1995). Foundation
of Physical
Education and Sport. St. Louis: Mosby. Zeigler Erie F,
(1988).
[17] Kemal dan Supandi . 1990. Modifikasi
Olahraga dan Model Pembelajaran Sebagai Strategi Pembinaan Olahraga Usia Dini
Bernuansa Pendidikan. Depdikbud. IKIP
Bandung.
[20] Rusli
Lutan (ed)., (2001) Olahraga dan Etika
Fair Play. Direktorat Pemberdayaan IPTEK Olahraga, Dirjen OR, Depdiknas,
Jakarta: CV. Berdua Satu tujuan.
Suatu penjelasan yang lengkap bagaimana pentingnya Pendidikan etika dan moral dalam segala bidang termasuk jasmani dan olah raga. Sesuatu pendidikan yang sering diabaikan oleh orang tua. Pendidikan ini sama pentingnya dengan pendidikan prestasi lainnya.
BalasHapusThanks....atas komentarnya
HapusTerima kasih kakanda atas materinya. dengan ini saya sangat terbantu dengan tugas yang saya diberikan oleh Dosen. :)
BalasHapusDidalam ke hidupan kita etika dan moral sangat lah penting harus di ajarkan sejak dini jika tidakkita bisa tidak di sukai dalam masyarakat ini, gabung di situs kami dapatkan Bonus Rollingan Slot dan juga permainan togel anda bisa dapat Bonus Cashback Togel
BalasHapus