LATIHAN KONDISI FISIK
CABANG OLAHRAGA TENIS MEJA
Oleh : Andi Akbar
Jurusan Pendidikan
Kepelatihan Olahraga FIK UNM
Kondisi fisik adalah keadaan
fisik seseorang pada saat tertentu untuk melakukan suatu pekerjaan yang menjadi
beban latihannya. Latihan kondisi fisik adalah suatu proses dalam taraf
peningkatan atau pemeliharaan kemampuan fisik yang dijalankan dengan menitikberatkan
pada efisiensi kerja faal tubuh. Dimana setiap orang memiliki kondisi fisik
yang berbeda tergantung dari jenis kelamin, aktiftas sehari-hari dan lain-lain.
Pendekatan ilmiah dalam
melatih merupakan salah kunci untuk meraih kesuksesan dalam dunia kepelatihan
sekarang ini, karena dengan bantuan ilmu lainnya yang dikuasai seorang pelatih
akan dapat membantu dalam proses pencapaian
sasaran yang ditargetkan. Seorang pelatih yang melatih hanya berdasarkan pengalaman
saja akan menemui kesulitan dalam mencapai sasaran karena apa yang dialami
sejak menjadi atlet itu pula yang dilakukan ketika menjadi pelatih, padahal
perkembangan iptek mengalami perkembangan yang pesat. Menurut Pate 1984 (dalam Dwijowinoto 1993:5)
mengatakan bahwa, ciri-ciri pelatih yang brwawasan ilmiah yaitu “kemampuan
menerima ide-ide baru, mencari jawaban-jawaban ajaib, evaluasi terhadap tehnik
baru, serta dalam membuat keputusan selalu didasari atas data-data.[1]
Menuruh Jimbaw, pelatih tim tenis meja Cina 1992
(dalam Kertamanah 2003:45) mengatakan bahwa semakin tinggi kualitas tehnik yang
harus dikuasai oleh seorang atlet maka semakin besar pula kebutuhan fisik yang
dibutuhkan. Begitu
pula dengan kualitas kejuaraan/tournament yang akan diikuti maka semakin besar
pula kondisi fisik yang dibutuhkan seorang atlet untuk meraih prestasi di
kejuaraan yang diikuti.[2]
Salah satu cara untuk
mencapai derajat kondisi fisik yang prima adalah dengan melakukan
latihan-latihan fisik. Latihan fisik dapat dilakukan di conditioning training
dengan melakukan latihan beban untuk meningkatkan strength, power, daya tahan
otot, kecepatan dan unsur fisik lainnya. Pemberian latihan beban sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan oleh seorang atlet pada setiap struktur tubuh
digunakan dalam permainan tenis meja. Atlet tenis meja tidak perlu latihan
beban dengan memperbesar otot seperti atlet binaraga sehingga membuat atlet
kaku dalam melakukan strokes (pukulan) tetapi bagaimana atlet memiliki unsur
fisik yang dibutuhkan untuk melakukan pertandingan dalam jangka waktu yang
lama.
Tujuan utama dari latihan atau training adalah
untuk membantu atlet meningkatkan ketrampilan dan prestasi olahraganya
semaksimal mungkin. Untuk mencapai tujuan itu ada empat latihan latihan yang
perlu diperhatikan oleh pelatih. Banyak
orang yang merasa berlatih tapi sebenarnya mereka tidak berlatih. Hal ini umumnya disebabkan karena yang
bersangkutan kurang memahami pengertian mengenai latihan yang
sebenarnya.
Berdasarkan ciri-ciri berlatih yang baik, maka menurut
Harsono (1988) mengemukakan batasan atau definisi mengenai latihan atau training sebagai
berikut : "Training adalah
proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban
latihan serta intensitas latihannya".
Sistematis : Berencana, menurut
jadwal, menurut pola dan sistem tertentu, metodis, dari mudali ke yang
lebih sukar, latihan teratur, dari yang sederhana ke yang lebih rumit. Berulang-ulang: Setiap elemen teknik haruslah diulang sesering mungkin; maksudnya
ialah agar gerakan-gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi semakin mudah, otomatis dan reflektif pelaksanaannya, seliingga
semakin menghemat energi. Kian hari kian ditambah bebannya :
Maksudnya ialah setiap kali, secara periodik,
segera setelah tiba saatnya, beban latihan harus ditambah.[3]
C. TEORI
LATIHAN
1.
Aspek-aspek Latihan
Dalam
usaha peningkatan prestasi seorang
atlit, ada beberapa aspek latihan yang
perlu mendapat perhatian serta dilatih secara sistimatis yaitu:
a)
Latihan
Fisik
b)
Latihan
Tehnik
c)
Latihan
Taktik
d)
Latihan
Mental
Keempat
aspek latihan tersebut haruslah dilatih secara sistematik dan terencana
berdasarkan prinsip-prinsip latihan yang telah dikaji keefektifitasannya.[4]
a)
Latihan Fisik
Merupakan
komponen yang sangat mendasar dalam menentukan kemampuan seorang atlit untuk dapat menyelesaikan suatu
program latihan maupun menampilkan prestasi yang prima dalam suatu
pertandingan. Latihan ini merupakan pondasi dari seluruh aspek latihan yang
perlu dilatih. Latihan ini terdiri dari beberapa komponen, antara lain:
kekuatan, daya tahan, kelentukan, kecepatan, power, agilitas dan sebagainya. Dalam
melatih komponen fisik tersebut diperlukan suatu program atau metode serta
peralatan yang modern agar hasilnya dapat dicapai semaksimal mungkin. Latihan
fisik itu sendiri mempunyai sejumlah komponen fisik yang perlu dilatih yaitu :
1)
Kekuatan
(strength), adalah
ketegangan yang terjadi / kemampuan otot untuk suatu ketahanan akibat suatu
beban. Beban itu dapat dari bobot badan sendiri atau dari luar (external
resistance). Kekuatan dapat ditingkatkan dengan latihan yang menimbulkan
tahanan (resistance exercise), misalnya mengangkat, mendorong dan menarik.
Latihan akan memberikan dampak pada peningkatan kekuatan bila beban yang
menimbulkan tahanan itu maksimal atau hampir maksimal kekuatan. Namun
penambahan beban semakin lama harus semakin meningkat. Jadi tidaklah terhenti
pada suatu beban saja, apalagi bila beban itu ringan maka tidaklah terjadi
peningkatan atau efek latihan.
2)
Daya
Tahan (endurance), adalah
keadaan kondisi tubuh yang mampu bekerja untuk waktu yang lama tanpa mengalami
merasakan kelelahan yang berarti. Daya tahan erat kaitannya dengan jantung atau
pernapasan. Sementara bertambah banyak kerja yang dilakukan, bertambah pula
kebutuhan zat asam (O2) dan zat makanan. Zat asam
yang didapat melalui pernapasan, kemudian diangkut oleh darah kejaringan otot,
berarti jantung yang memompa darah harus bekerja keras. Banyaknya darah yang
dipompa dalam satu menit dan jumlah kerut jantung per menit, akan menentukan
kemampuan kerja. Untuk meningkatkan daya tahan adalah dengan melakukan kerja
yang berlangsung lama, misalnya: lari jarak jauh, berenang, dan lain-lain.
3)
Kelentukan (flexibility) adalah
luas gerak persendian atau kemampuan seseorang untuk menggerakkan anggota
badan pada luas gerak tertentu pada suatu persendian, Kelenturan dapat
ditingkatkan dengan bentuk/macam latihan mengayun,
memutar, meregang dan "memantul-mantulkan" atau "mengguncang"
anggota tubuh atau bagian tubuh.
4)
Kecepatan
(speed), adalah
kemampuan untuk melakukan gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Komponen yang mempengaruhi kecepatan adalah kekuatan, kelenturan dan
daya reaksi. Maka untuk meningkatkan kecepatan-kecepatan harus meningkatkan
ketiga komponen tersebut diatas. Sehubungan dengan pembebanan, maka dalam
meningkatkan kecepatan tidak dipergunakan beban yang berat.
5)
Daya ledak (explosive power) adalah
kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan dan kecepatan maksimum
yang dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya. Dalam hal ini, dapat
dinyatakan bahwa daya ledak (power) = kekuatan (force) x percepatan (velocity),
seperti dalam lompat tinggi, tolak peluru, serta gerak lain bersifat explosive.
6)
Kelincahan
(agility) adalah
kemampuan bergerak keberbagai arah dengan cepat, berlanjut/berulang tanpa
kehilangan keseimbangan. Ketangkasan adalah berpaduan dari kecepatan, kekuatan,
reaksi, keseimbangan dan koordiansi. Dapat dilakukan oleh/dengan seluruh tubuh
atau sebagian yaitu tangan atau kaki.
7)
Kecepatan
reaksi (speed reaction) adalah
waktu yang dibutuhkan untuk memberi reaksi kinetis setelah menerima suatu
rangsangan.
8)
Koordinasi
(coordination) adalah
suatu kemampuan untuk mengkombinasikan beberapa gerakan dengan urutan yang
benar tanpa menimbulkan ketegangan yang berarti. Koordinasi merupakan kemampuan
biomotorik yang sangat kompleks, yang sangat erat hubungannya dengan kecepatan,
kekuatan, daya tahan dan fleksibilitas. Koordinasi sangat penting untuk
mempelajari dan memperbaiki gerakan tehnik dan taktik.
9)
Ketepatan
(accuracy) adalah
kemampuan seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu
sasaran, sasaran ini dapat merupakan suatu jarak atau mungkin suatu obyek
langsung yang harus dikenai dengan salah satu bagian tubuh.[5]
Dalam
penyusunan program latihan maka latihan fisik biasanya diberikan dimasa
persiapan umum dengan proporsi paling besar diantara aspek-aspek latihan yang
perlu di latihan, tetapi dimasa persiapan khusus biasa diberikan latihan fisik
yang bersifat khusus sementara dimasa pra kompetisi atau kompetisi, latihan
fisik diberikan latihan fisik khusus dengan tujuan mempertahankan kondisi fisik
yang sudah diperoleh dimasa persiapan umum dan khusus.
b)
Latihan
Teknik
Latihan untuk mempermahir teknik-teknik gerakan,
misalnya (1) Grip atau cara memegang bat (2) stance atau posisi badan (3) teknik
strokes (pukulan) yang terdiri dari 12 tehnik pukulan seperti servis,
drive, choop, block, topspin dan sebagainya. Latihan strokes mendapat proporsi
paling besar dalam latihan karena dalam permainan tenis meja paling sering
digunakan (4) Footwork atau olah kaki.[6]
Latihan teknik adalah latihan yang khusus dimaksudkan untuk membentuk dan
mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik dan neomuscular.
c)
Latihan
Taktik
Latihan untuk menumbuhkan perkembangan interpretive
sekaligus mengaplikasikan berbagai gabungan latihan fisik dan latihan tehnik.
Latihan taktik biasanya diberikan pada masa pra kompetisi yang bertujuan
mengaplikan semua tehnik yang telah diberikan pada masa persiapan.
d)
Latihan
Mental
Latihan
mental lebih menekankan pada perkembangan maturasi (kedewasaan) khususnya untuk para atlet serta perkembangan emosional-impulsif,
misalnya semangat bertanding, sikap pantang menyerah, percaya diri,
sportivitas, kematangan juara, keseimbangan emosi meskipun berada dalam situasi stress dan anxiety, dan
sebagainya.
Keempat
latihan di atas harus dibina secara serempak dan tak satupun boleh diabaikan.
Keempat latihan harus dilatih dengan cara dan metode yang benar agar setiap
latihan dapat berkembang semaksimal mungkin, sehingga prestasi yang dicapai juga
dapat maksimal.
2.
Prinsip-prinsip Latihan Fisik
Sukses tidaknya seorang pelatih dalam kariernya banyak
bergantung pada pemahamannya
mengenai ilmu-ilmu yang erat hubungannya dengan coaching, misalnya ilmu
faal, ilmu gizi, mekanika tubuh, sosiologi, kepemimpinan, dan sebagainya. Oleh
karena itulah coaching sebenamya adalah suatu ilmu atau lebih tepat ilmu
terapan.
Selain ilmu, kiat atau seni
melatih juga penting dimiliki oleh seorang pelatih. Kalau ilmu adalah the what, maka
seni adalah the how dari coaching. Seninya terletak pada implementasi, cara penerapan dari fakta-fakta
ilmiah dalam praktek melatihnya. Untuk
memungkinkan peningkatan prestasi, latihan haruslah berpedoman pada teori-teori
serta prinsip-prinsip latihan yang sudah diterima secara universal. Tanpa berpedoman pada teori serta
prinsip-prinsip latihan yang benar, latihan seringkali menjurus ke
praktek malpractice dan ke latihan yang
tidak sistematis, sehingga prestasi pun sukar meningkat.
a)
Pemanasan (Warming-Up)
Pemanasan
tubuh penting dilakukan sebelum latihan khususnya latihan fisik untuk menghindari
terjadinya cedera pada atlet . Tujuan pemanasan adalah
untuk mengadakan perubahan dalam fungsi organ tubuh kita guna menghadapi
kegiatan yang lebih berat. Kecuali untuk memanaskan tubuh, kegunaan lainnya
ialah agar (a) atlet terhindar dari bahaya cedera, (b) terjadi koordinasi gerak yang mulus, (c) ekonomis dalam sistem faal tubuh,
dan (d) kesiapan mental atlet kian meningkat.
Bentuk
latihan apa yang sebaiknya diberikan dalam pemanasan tubuh ? Sebaiknya dimulai
dengan latihan peregangan statis, disusul dengan lari beberapa ratus meter,
dilanjutkan dengan peregangan dinamis, dan diakhiri dengan wind sprints atau
lari akselerasi. Kemudian dilanjutkan dengan pemanasan khusus cabang olahraga
seperti latihan shadow play sesuai dengan pola gerak yang akan dilatih pada
waktu itu.
Seusai berlatih, intensitas kerja tubuh sebaiknya
diturunkan sedikit demi sedikit melalui pendinginan tubuh (warming-down) dengan
cara jogging lambat-lambat,
senam ringan, dan diakhiri dengan latihan peregangan statis atau pasif. Lebih baik lagi kalau diakhiri dengan latihan
relaksasi. Dengan warming-down (cool down) maka (a) lactic acid
yang timbul karena latihan berat akan lebih mudah hilang atau berkurang dengan
latihan yang ringan ketimbang dengan istirahat total dan (b) dengan aktivitas
ringan (cool down), sirkulasi darah di anggota-anggota tubuh akan tetap lancar sehingga menghindari kemungkinan
kaku-kaku dan sakit-sakit otot keesokan hari.
b)
Prinsip Beban Lebih (Overload)
Prinsip overload adalah
prinsip latihan yang menekankan pada pembebanan latihan yang lebih berat
daripada yang biasanya dan biasanya
dilakukan oleh atlet. Atlet harus selalu berusaha berlatih dengan beban
yang lebih berat daripada yang dilakukannya saat itu, artinya berlatih dengan beban yang berada di atas ambang
rangsang.
Kalau beban latihan terlalu
ringan (di bawali ambang rangsang), maka berapa lamapun dia berlatih, berapa
seringpun dia berlatih atau sampai bagaimana lelahpun dia
mengulang-ulang latihan itu, peningkatan prestasi tidak akan mungkin.
Overload
training ini bisa diterapkan terhadap semua unsur latihan, yaitu terhadap latihan
teknik, taktik, fisik maupun mental. Penerapan
rangsangan overload harus dilakukan
secara bertahap, progresif, akan tetapi
diselingi dengan masa-masa pemulihan atau penurunan intensitas dan volume latihan.
Jadi:
1)
Istirahat yang cukup setiap hari adalah penting.
2)
Hari-hari latihan berat harus diselingi dengan hari-hari
latihan ringan.
3)
Rencana
latihan haras disusun dalam siklus-siklus, yaitu misalnya setelah latihan puncak, latihan kemudian
diturunkan intensitas dan volumenya.
Oleh
karena itu, agar efektif hasilnya, latihan overload sebaiknya menganut
"sistem tangga" (step-type approach), seperti nampak pada
bagan di bawah ini (Bompa;1986).[7]
Bagan : Sistem Tangga {Step-Type Approach)
|
Keterangan :
Setiap
garis vertikal menunjukkan perubalian (penambalian) beban latihan dan
setiap garis horizontal menunjukkan tahap adaptasi (penyesuaian) terhadap beban yang
baru. Pada tahap 4, 8 dan 12 beban
diturunkan (ini disebut unloading phase), yang maksudnya ialah
untuk memberikan kesempatan kepada organ tubuh
untuk melakukan regenerasi guna mengumpulkan tenaga atau mengakumulasi
cadangan-cadangan fisiologis dan psikologis untuk persiapan menerima beban
latihan yang lebih berat di tahap-tahap berikutnya.
c)
Prinsip Perkembangan
Multilateral
Prinsip perkembangan
menyeluruh atau multilateral sebaiknya diterapkan pada atlet-atlet muda. Pada
permulaan belajar mereka harus dilibatkan dalam
beragam kegiatan agar dengan demikian mereka memiliki dasar-dasar yang
lebih kokoh guna menunjang ketrampilan spesialisasinya kelak. Oleh karena itu,
berdasarkan teori tersebut, pelatih sebaiknya jangan terlalu cepat membatasi
atlet dengan program latihan yang menjurus kepada perkembangan spesialisasi
yang sempit pada masa terlampau dini.
Prinsip perkembangan multilateral didasarkan pada fakta bahwa selalu ada interdependensi (saling
ketergantungan) antara semua organ
dan sistem tubuli manusia, antara komponen-komponen biomotorik dan
antara proses-proses faaliah dengan psikologis.
Banyak
pelatih kita yang menerapkan spesialisasi terlalu dini seperti misalnya dalam olahraga bulu tangkis, senam,
renang, tenis, sepak bola, dan sebagainya. Barulah kalau atlet sudah
mulai "dewasa" dan cukup matang untuk memasuki tahap latihan
berikutnya, sifat latihan bagi dia bisa
dimulai menuju ke spesialisasi. Dengan demikian maka jalan menuju ke top
prestasi biasanya juga akan lebih mulus.
d)
Prinsip Intensitas
Latihan
Perubahan
fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlet dilatih
atau berlatih melalui suatu program latihan yang intensif, dimana kita seeara progresif menambahkan beban kerja, jumlah pengulangan
gerakan (repetition), serta kadar intensitas dari repetisi tersebut.
Ada
beberapa teori yang dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menentukan kadar intensitas latihan seorang
atlet (khususnya untuk memperkembang
daya tahan kardiovaskular). Salah satunya ialah teori Katch dan McArdle
(1983) sebagai berikut:
Intensitas
latihan dapat diukur dengan cara sebagai berikut:
(1) Mula-mula
dihitung denyut nadi maksimal (DNM) dengan ramus :
Denyut Nadi Maksimal
(DNM) = 220 - umur
(2) Lamanya
berlatih dalam training zone juga menentukan
intensif tidaknya latihan.
Untuk atlet: 45-120 menit.
e)
Prinsip Kualitas
Latihan
Berlatih
seeara intensif saja belumlah cukup apabila latihan itu tidak berbobot,
bermutu, berkualitas. Orang bisa saja berlatih keras sampai habis napas dan tenaga, akan tetapi hasil
latihannya tidak bermutu. Lalu apa yang dimaksud dengan latihan yang berkualitas?
Latihan
yang berkualitas adalah:
(1) Apabila
latihan dan drill-drill yang diberikan memang benar-benar bermanfaat dan
sesuai dengan kebutuhan.
(2)
Apabila
koreksi-koreksi yang tepat dan konstruktif
sering diberikan pada latihan tersebut.
(3)
Apabila
pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai kedetil gerakan dan setiap kesalahan
segera diperbaiki.
(4)
Apabila prinsip-prinsip overload diterapkan, baik
dalam aspek fisik maupun mental. Meskipun kurang intensif, latihan yang
bermutu sering lebih berguna ketimbang latihan yang intensif tetapi
tidak bermutu.
Kekeliruaan
adalah bahwa mereka lebih menekankan pada lamanya latihan dan bukan pada mutu
dan penambahan beban latihannya. Latihan
sebaiknya berlangsung singkat tetapi berisi dan padat dengan kegiatan
yang bermanfaat.
Jika latihan berlangsung terlampau lama dan terlalu
melelahkan, maka akan memandang setiap latihan sebagai siksaan sehingga akan
enggan berlatih
esok harinya.
f)
Prinsip Berpikir
Positif
Banyak
atlet atau masyarakat yang berolahraga, tidak mau atau tidak berani melakukan latihan yang berat melebihi
ambang rangsangannya. Padahal tubuh
manusia biasanya mampu untuk memikul beban yang lebih berat daripada
yang kita perkirakan.
Pada
atlet masalahnya biasanya terletak pada kata hatinya, bisikan kalbunya, inner speakingnya. Kalau inner
speakingnya negatif (misalnya "Saya capek, otot-otot sakit,
kalau lari terus bisa-bisa saya pingsan nanti",
dan sebagainya), maka memang dia akan capek, sakit, berhenti berlari. Tetapi
kalau inner speakingnya berubah menjadi positif, maka behaviournya (perilakunya) biasanya juga akan berubah. Kalau misalnya dia berkata
"Saya tidak mau kalah, tidak mau menyerah, saya kuat", maka biasanya dia juga akan lebih kuat, karena merasa lebih
kuat.
Jacobson
(Vanek dan Cratty:1970) dalam Harsono berpendapat bahwa di dalam tubuh kita ada
"mind-body connection" atau hubungan langsung dari otak ke
otot. Demikian pula Weinberg (1988) yang mengatakan bahwa biasanya "The
mind controls the body", artinya apa yang kita pikirkan akan
termanifestasikan dalam perilaku (gerakan kita).[8]
Kalau
mau berprestasi, atlet harus berani go beyond the pain, harus berusaha
untuk mau merasa sakit dalam latihan. Pelatih harus tahu bagaimana inner speaking atlet, apa yang
mereka katakan kepada dirinya sendiri dan pelatih harus influence
inner speakingnya, melatih mereka untuk
selalu berpikir positif dan optimistis, mengubah subconcious mind ini,
akan percuma saja. Ada ungkapan begini "We cannot achieve what we do
not believe we can achieve".
g)
Variasi Dalam
Latihan
Latihan yang dilakukan dengan benar biasanya banyak
menuntut waktu, pikiran dan tenaga. Karena itu bukan mustahil kalau latihan
yang intensif dan
terus-menerus kadang-kadang bisa menimbulkan rasa bosan (boredom). Kalau
rasa boredom sudah berkecamuk, maka gairah dan motivasi untuk berlatih biasanya menumn atau bahkan hilang sama sekali.
Jelas bahwa keadaan demikian dapat
menyebabkan penurunan prestasi.
Karena
itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mencegah timbulnya kebosanan
berlatih, misalnya dengan cara merencanakan dan menyelenggarakan
variasi-variasi dalam latihan. Peran pelatih disini menjadi penting, yaitu harus
kreatif dan pandai merancang serta menerapkan berbagai bentuk variasi latihan.
Variasi latihan dapat berbentuk permainan rekreatif dengan bola, lari lintas
alam yang menyenangkan, naik sepeda ke luar kota atau ke gunung, berenang, perlombaan estafet, berkemah, mendaki gunung, dan
sebagainya. Kecuali membawa kegembiraan berlatih, beberapa unsur fisik
tetap akan turut terlatih, misalnya daya
tahan, kekuatan, kelincahan dan beberapa unsur lainnya.
h)
Prinsip
Individualisasi
Tidak
ada dua orang yang rupanya persis sama dan tidak ada pula dua orang (apalagi lebih) yang secara fisiologis
persis sama. Setiap orang mempunyai
perbedaan individu masing-masing. Demikian pula, berbeda dalam kemampuan,
potensi dan karakteristik belajamya. Begitu pula dengan kondisi fisik setiap
orang pasti berbeda sejak dilahirkan, oleh karena itu dalam pemberian beban
latihan fisik kepada atlet harus disesuaikan dengan kondisi awal atlet dengan
cara melakukan pengukuran kondisi fisik atlet tenis meja seperti yang
dijelaskan dalam pengukuran instrument kondisi fisik atlet.
Oleh karena itu setiap individu berbeda dalam segi fisik
maupun mental, maka
setiap individu akan memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap suatu beban
latihan yang diberikan oleh pelatih. Ada yang merasakan bebannya terlalu berat,
ada yang merasa terlalu enteng dan ada juga yang merasa bebannya cukup. Oleh
karena itu training akan selalu merupakan suatu persoalan pribadi dan
tidak dapat begitu saja dipukul ratakan. Training haruslah direncanakan
dan disesuaikan bagi setiap individu agar dengan demikian dapat menghasilkan
hasil yang paling baik bagi setiap individu tersebut.
i)
Penetapan Sasaran (Goal
Setting)
Seringkali
suatu tim atau atlet tidak berlatih dengan sungguh-sungguh atau kurang
motivasinya untuk berlatih disebabkan karena tidak ada tujuan atau sasaran yang jelas untuk apa tim atau atlet itu berlatih.
Oleh karena itu menetapkan sasaran-sasaran latihan untuk atlet adalah penting. Beberapa
alasan mengapa penentuan sasaran adalah penting bagi atlet adalah :
(1) Sasaran merupakan
sumber motivasi dan sumber untuk action serta dapat membangkitkan
kegairahan untuk berlatih.
(2)
Berlatih
dengan tujuan tertentu dapat menambah konsentrasi, usaha, motivasi dan semangat
berlatih.
(3)
Atlet
dapat mengukur rencana kegiatannya, siasat serta usaha-usaha untuk mencapai
sasaran tersebut.
(4)
Atlet secara
mental terikat (commited) dan
merasa wajib untuk mencapai
sasaran tersebut.
(5)
Mendidik sifat positif.
(6)
Merupakan umpan balik (feedback) bagi atlet maupun
pelatih.
(7)
Kalau
sasaran berhasil dicapai, atlet akan memperoleh suatu kebanggaan tersendiri
sehingga sukses tersebut akan mendorongnya untuk mencapai sasaran yang lebih
tinggi.
Beberapa kriteria penetapan sasaran adalah :
(1) Tetapkan
sasaran jangka panjang, menengah, pendek.
(2) Harus
spesifik dan dapat diukur seobyektif mungkin.
Sebagai contoh, sasaran atlet setelah
berlatih dua bulan adalah mampu berlari sejauh 2400 m dalam waktu 12 menit.
Sasaran demikian adalah spesifik dan objektif. Berbeda dengan sasaran yang
berbunyi "Setelah berlatih
selama dua bulan, kondisi atlet harus sudah baik". Sasaran demikian tidak spesifik dan tidak bisa diukur
secara objektif.
(3)
Sasaran harus berat, namun realistik dan dalam batas
kemampuan atlet untuk dicapai (didasarkan pada RPL). Kalau sasaran
terlampau tinggi atau
terlampau berat, yang dengan daya apapun sukar dicapai, maka atlet akan mengalami frustasi, putus asa, kecewa
dan hilang motivasi.
(4)
Ditetapkan bersama oleh pelatih dan atlet.
Atletlah yang harus mempunyai ambisi, bukan pelatih.
(5)
Sesuai dengan perbedaan dan kemampuan individu setiap
atlet.
(6)
Jangan
tetapkan terlalu banvak sasaran sekaligus.
(7)
Terlalu
banyak sasaran akan menyebabkan energi fisik dan mental terpilah-pilah sehingga tidak bisa dipusatkan pada satu titik
konsentrasi atau tujuan tertentu.
(8)
Nyatakan sasaran-sasaran secara tertulis.
Tetapkan juga sasaran untuk prestasi perilaku dan
mental bukan hanya prestasi
ketrampilan fisik. Selain kriteria tersebut di atas, sebaiknya sasaran juga
ditetapkan atas dasar keberhasilan dalam
melakukan ketrampilan alih-alih dasar hasil pertandingannya (performance goal oriented instead of outcome goal).
Performance goal adalah sasaran yang menekankan pada keberhasilan melakukan suatu ketrampilan teknik atau taktik.
Sedangkan outcome goal menekankan
pada hasil akhir yang ingin dicapai, yaitu kemampuan.
Sukses dalam olahraga biasanya dinilai orang sebagai
suatu hal yang terhormat. Dan banyak orang menggangap sukses sama
dengan menang dalam
pertandingan dan menyamakan kalah dengan kegagalan. Karena itu, kalau mereka kalah bertanding, meskipun telah
bermain gemilang, mereka tetap
merasa bahwa mereka telah gagal. Kemudian timbul frustasi dan bahkan marah. Sebaliknya kalau mereka menang,
meskipun benuain jelek sekali,
mereka menganggap bahwa mereka sukses.
Sebenarnya dalam keadaan kalahpun kita bisa sukses
dan sebaliknya dalam keadaan menang kita
bisa gagal. Dalam pertandingan voli kita bisa kalah, akan tetapi puas
oleh karena kita telah bermain dengan baik. Sering
kita baca di koran bahwa pemain-pemain dunia tenis sangat puas dengan
permainannya sendiri meskipun hasilnya kalah. Sebaliknya banyak pula yang menang bertanding akan tetapi
merasa kurang sukses karena
permainannya tidak sebagaimana diharapkannya. Kebetulan saja lawannya
lemah atau tidak dalam kondisi yang baik.
j)
Prinsip Perbaikan
Kesalahan
Kalau
atlet sering melakukan kesalahan gerak (misalnya kesalahan melakukan servis,
topspin, ataupun block), maka pada waktu memperbaiki kesalahan tersebut pelatih harus menekankan pada penyebab terjadinya kesalahan.
Pelatih harus berusaha untuk secara cermat mencari dan menemukan sebab-sebab
timbulnya kesalahan.
Karena itu prinsip yang mengatakan "Coach
causes, not symptoms". Maksudnya ialah "Latihlah sebab-sebab
terjadinya kesalahan, bukan gejalanya". Sebagai contoh, kalau atlet dalam
peneriman servis atau saat melakukan topspin sering mengalami kesalahan yang
menyebabkan point buat lawannya, jangan pelatih mengatakan "return servis dan
topspinnya kurang bagus sih". Yang mesti dicari adalah penyebab mengapa return
servis dan topspinnya sering mengalami kegagalan. Bisa karena factor fisik atau
karena kurang konsentrasi sehingga kurang memahami putaran bola.
Kalau terjadi beberapa kesalahan sekaligus,
misalnya olah kaki kurang kurang terkoordinasi dengan tangan, tubuhnya
kurang melenting, lengan tidak lurus, sehingga topspinnya lemah atau gagal,
perbaikilah setiap teknik terlebih dahulu dan jangan mencoba untuk
memperbaiki semua kesalahan sekaligus. Mulailah misalnya dengan memperbaiki
footworknya dengan latihan shadow play
(bayangan) didepan cermin, jika teknik melangkahnya sudah berhasil diperbaiki,
barulah pindah ke teknik bagian yang lain, misalnya pukulan topspinnya atau balik
badannya. Metode
ini disebut metode drill-on parts.
k)
Prinsip
yang harus diperhatikan dalam melakukan latihan beban
(1)
Weight
training harus didahului oleh warm-up yang menyeluruh.
(2)
Prinsip
overload harus diterapkan, karena
perkembangan otot akan terjadi apabila otot-otot tersebut dibebani dengan
tahanan yang kian bertambah berat. Latihan dengan beban yang ringan tidak dapat
meningkatkan kekuatan.
(3)
Latihan
weight training harus diawasi oleh
seorang pelatih yang mengerti betul tentang weight training. Supervisi harus
selalu diberikan dengan teliti.
(4)
Selama
latihan pengaturan pernapasan haruslah diperhatikan. Buang nafas pada waktu
melakukan bagian yang terberat dari pada bentuk latihan, dan ambil napas pada
waktu bagian yang terentang atau pada fase relaksasi dari pada latihan. Janganlah
menahan nafas, sebab hal ini akan mengakibatkan hal-hal yang tak diinginkan
terhadap peredaran darah.
(5)
Setiap
mengangkat, mendorong atau menarik beban haruslah dilakukan dengan tehnik yang
benar.
(6)
Repetisi
sedikit dengan beban maksimal akan
menghasilkan adaptasi terhadap kekuatan artinya akan membentuk kekuatan.
Sedangkan repetisi banyak (15 - 20) ulangan) dengan beban ringan
pada umumnya akan menghasilkan peningkatan daya tahan.
(7)
Setiap
bentuk latihan haruslah dilakukan dengan luas gerakan persendian yang seluas-luasnya, dengan demikian fleksibilitas juga akan turut terlatih.
Kebiasaan berlatih dengan melakukan gerakan-gerakan dalam ruang gerak
yang sempit dan terbatas akan menghasilkan pemendekan yang permanen daripada
otot-otot, dan inilah yang merupakan salah satu sebab dari pada "muscle boundness" otot-otot
yang demikian biasanya pendek, pekat, kaku dan lamban. Setiap mengangkat atau
menekan harus dilakukan dengan cepat. Dengan demikian faktor kecepatan akan
terlatih.[9]
Unsur
fisik yang dibutuhkan cabang olahraga tenis meja menurut Bompa (1983) yaitu:
1)
Pada bagian bahu
diberi latihan kekuatan otot dan kelentukan.
2)
Pada bagian dada
diberi latihan kekuatan otot, kecepatan otot dan daya ledak.
3)
Pada bagian lengan lengan
diberi latihan daya tahan otot, agilitas dan kelentukan dan kecepatan reaksi
serta power
4)
Pada bagian perut
diberikan latihan kekuatan dan kecepatan serta
5)
Pada tungkai sebagai
penyanggah seluruh bagian tubuh diberi latihan kekuatan, agilitas dan
kelentukan, kecepatan[10].
Lebih
lanjut bahwa menurut Akbar (2007) menjelaskan tentang besarnya prosentase
komponen fisik pada setiap struktur tubuh atlet tenis meja yaitu kekuatan
tungkai 22%, kekuatan otot peruk 20%, kekuatan otot lengan 28%, kelincahan 10%,
reaksi pergelangan tangan 15% serta koordinasi mata dengn tangan 5%.[11] Dari
hasil penelitian tersebut bias dijadikan rujukan untuk sebagai dasar besarnya
kondisi fisik yang dibutuhkan atlet tenis meja. Akan tetapi hasil penelitian
tersebut tidak mutlat untuk diterapkan karena harus juga memperhatikan kondisi
setiap atlet sebagai dasar untuk memberikan latihan fisik. Adapun bentuk-bentuk
latihan fisik umum yang sering diberikan kepada atlet sebagai berikut:
a. F.1 : Kekuatan (Condisioning
Training) Fisik Umum
NO
|
BENTUK LATIHAN
|
REPETISI
|
SET
|
KET
|
1
|
Heel/toe Raise (angkat Tumit) 117
|
20 x
|
3
|
…….KG
|
2
|
Leg Extension (Luruskan kaki) 229
|
20 x
|
3
|
…….KG
|
3
|
Bent Knee Sit Up (Bangun tidur) 301
|
16 x
|
3
|
…….KG
|
4
|
Straight Arm Pullover (Tarik lewak kepala) 420
|
20 x
|
3
|
…….KG
|
5
|
Push Ups (Tolak tangan ke atas) 422
|
16 x
|
3
|
…….KG
|
6
|
Militery Press (Tolak dari bahu) 523
|
16 x
|
3
|
…….KG
|
7
|
Reverse Curl (Bengkokkan punggung tangan) 602
|
16 x
|
3
|
…….KG
|
8
|
Arm Curl (Bengkakan lengan) 608
|
16 x
|
3
|
…….KG
|
9
|
Triceps Extension (Luruskan lengan) 658
|
20 x
|
3
|
…….KG
|
10
|
Triceps Curl (Lurus lengan) 660
|
16 x
|
3
|
…….KG
|
11
|
Arm Curl (Bengkokkan lengan) 705
|
12 x
|
3
|
…….KG
|
12
|
Wrist curl (bengkokkan tangan) 706
|
16 x
|
3
|
…….KG
|
b. F.2 : Daya Tahan endurance dan daya tahan otot
NO.
|
BENTUK LATIHAN
|
KETERANGAN
|
1
|
Circuit training
|
Dengan beban ringan tetapi repetisi diatas 16
|
2
|
Weight training
|
Dilaboratorium
|
3
|
Fartlet
|
Dengan berbeban bentuk latihan
|
4
|
Latihan bayangan Rompi berbeban / bet berbeban
|
Dilakukan di bak berpasir untuk melatih fookwork
|
5
|
Interval training
|
|
6
|
Skiping 1-1, 2-1, pakai beban
|
|
c. F.3 : Kelentukan
NO.
|
BENTUK LATIHAN
|
KETERANGAN
|
1
|
Peregangan Dinamis (dynamic stretch) atau peregangan balistik
|
Menggerak-gerakkan memutar atau memantul-mantulkan anggota tubuh
|
2
|
Peregangan Statis
(Static stretching)
|
Meregangkan otot tertentu dengan menahan beberapa detik
|
3
|
Peregangan pasif
(Passive stretching)
|
Meregangkan otot dengan dibantu oleh seseorang dengan cara
mendorong
|
d. F.4 : Kecepatan (Kecepatan
reaksi)
NO.
|
BENTUK
LATIHAN
|
KETERANGAN
|
1
|
Interval training
|
Lari 40 - 60 meter
|
2
|
Lari akselerasi
|
Mulai lambat makin lama makin cepat.
|
3
|
Lari naik bukit
|
Lari 50 m deselerasi 30 meter
|
4
|
Lari turun bukit
|
Mengikuti intruksi yang diminta
|
5
|
Latihan bayangan dengan intruksi
|
Latihan bola banyak dengan penekanan kecepatan berbalik arah
|
6
|
Latihan bola banyak
|
Kecepatan balik badan
|
e. F.5 : Kelincahan
(Kelincahan merubah arah)
NO.
|
BENTUK
LATIHAN
|
KETERANGAN
|
1
|
Lari bolak-balik (shuttle run)
|
Atlet berlari bolak balik secepatnya dari titik yang satu ke
titik yang lain sekitar 10 kali.
|
2
|
Lari zig-zat
|
Hampir sama dengan lari bolak balik, kecuali harus melalui
beberapa titik
|
3
|
Lari halang rintang
|
Diatu ruangan ditempatkan beberapa rintangan seperti kursi, meja,
bola, dan lain-lain kemudian atlet secepatnya melaui rintangan tersebut.
|
4
|
Latihan bayangan
|
Dengan berbagai pola
|
f. F.6 : Fisik Khusus;
Latihan Bayangan bet biasa (Rompi
berbeban/bat berbeban)
NO.
|
BENTUK
LATIHAN
|
WAKTU
|
Set
|
KET
|
1
|
Latihan bayangan dengan dengan beban Rompi
|
1 menit
|
3
|
…….KG
|
2
|
Latihan bayangan dengan bet berbeban
|
45 detit
|
3
|
…….KG
|
3
|
Latihan bayangan beban di kaki
|
1 menit
|
3
|
…….KG
|
4
|
Latihan bayangan dengan beban rompi dan beban kaki
|
30 detit
|
3
|
…….KG
|
5
|
Latihan bayangan dengan dengan rompi dengan bet berbeban
|
30 detit
|
3
|
…….KG
|
6
|
Latihan bayangan dengan bet biasa dengan rompi berbeban
|
1 menit
|
3
|
…….KG
|
7
|
Latihan bola banyak dengan rompi berbeban
|
50 bola
|
3
|
…….KG
|
8
|
Latihan bola banyak dengan bet berbeban
|
30 bola
|
3
|
…….KG
|
9
|
Latihan bola banyak dengan bet biasa
|
75 bola
|
3
|
…….KG
|
10
|
Latihan game dengan rompi
|
3 set
|
3
|
…….KG
|
Berdasarkan hasil penelitian akbar (1997) tentang
pengaruh latihan bayangan secara anaerobic terhadap ketrampilan bermain tenis
meja. Latihan ini berfungsi untuk meningkatkan kemampuan otomatisasi gerakan
khusus pada koordinasi antara kaki dan tangan pada saat melakukan pukulan
sambil melangkah serta memperbaiki gerak kaki, kecepatan, serta daya tahan
khususnya daya tahan kardiovaskulernya.[12]
Latihan ini dapat dijadikan sebagai program khusus, rutin bagi pemain agar
langkah dan gerakan kaki (footwork) senantiasa ditingkatkan dan dipelihara
terus. Untuk meningkatkan kualitas latihan ini, pemain harus menggunakan “jaket
pemberat” yang dibuat khusus untuk itu. Sangat balk untuk membina kualitas dan
kecepatan gerak pemain.
Dasar berpikirnya ialah, untuk setiap cabang olahraga, latihan-latihan
dominan yang melekat
padanya demi menunjang prestasinya. Acuan lainnya, ada 4 kemampuan dasar yang
harus dipenuhi untuk setiap cabang olahraga, yaitu kecepatan, kekuatan, daya
tahan, dan kelentukan atau fleksibilitas. Dari latihan-latihan dominan dan
empat kemampuan dasar tersebut diolah menjadi butir-butir tes.
Berdasarkan
hasil prakarsa Mochamad Moeslim 2002 dalam buku Perkembangan Olahraga Terkini
(Kajian Para pakar) tentang alat ukur kemampuan fisik atlet Pelaknas Sea Games
XIX di Jakarta 1997 maka disusunlah alat ukur kemapuan fisik yang biasa
dijadikan rujukan untuk menentukan alat instrument kemampuan fisik dimana salah
satu cabang olahraganya adalah tenis meja. Berdasar data pengetesan yang masuk,
dibuatlah norma untuk setiap butir tes dengan
klasifikasi Baik Sekali (BS), Baik (B), Sedang (S), Kurang (K), dan Kurang
Sekali KS). Norma suatu butir tes
berlaku untuk setiap cabang olahraga yang di dalamnya terkait butir tes dimaksud. Dengan pertimbangan
suatu butir tes untuk cabang olahraga tertentu berkadar penting sekali, sedang untuk
cabang olahraga lain berkadar sedang. Norma yang berlaku adalah norma atlet nasional, karena
datanya memang diperoleh dari
para atlet Pelatnas Multi event SEA Games, Asian Games, dan Olympic Games. Norma tersebut dapat pula diperuntukkan bagi
atlet provinsi atau daerah dengan
pertimbangan, misalnya norma diturunkan satu tingkat dari norma nasional. Sebagai contoh hasil suatu butir tes atlet Pelatnas
berdasarkan norma nasional statusnya Sedang (S);
bagi atlet tingkat provinsi normanya dinaikkan dari status sedang (S) menjadi Baik (B).
Bicara tentang validitas atau kesahihan butir-butir tes,
sesuai prosedur pemilihan berdasarkan analisa kebutuhan latihan-latihan fisik
untuk setiap atlet yang kita latih.
a)
Testi/atlet
harus cukup sehat berdasar pemeriksaan dokter
b)
Sewktu melakukan tes
, atlet berpakaian olahraga, bila bersepatu hendaknya memakai sepatu olahraga
c)
Sebelum memulai tes
hendaknya melakukan pemanasanlebih dahulu selama kurang lebih 15 menit.
a) Lari 30 meter
b) Sit-up
c) Lari
300 meter
d) Tolak bola Medicine
e) Lari bolak-balik 4x5 meter
f)
Duduk
berlunjur dan meraih
g) Lari
15 menit Tes Balke/Bleep Tes
a.
Lari 30 Meter
1)
Tujuan
Untuk
mengukur kecepatan lari menempuh jarak 30 meter.
2)
Alat peralatan
-
Lapangan datar jarak
minimol 40 m, dibatasi garis start dan garis finis: 30 m.
-
Stopwatch,
balpoint dan formulir
-
Bendera
start
-
Lintasan
lari lebar 1,22 cm, buat beberapa lintasan
3)
Tester
-
Satu
orang stater
-
Pengambil
waktu sesuai kebutuhan
-
Satu
orang pencatat waktu
4)
Pelaksanaan
- Dengan aba-aba "siap" testi siap lari dengan
start berdiri, setelah aba-aba testi lari
secepat-cepatnya menempuh jarak 30 meter sampai melewati finish. Bersamaan dengan aba-aba "yaak"
bendera start diangkat. Kecepatan dihitung
dari saat bendera diangkat sampai pelari melewati garis finish patan lari
dicatat sampai dengan 0,1 detik, bila memungkinkan dicatat: dengan 0,01
detik.
- Lakukan tes lari tersebut dua kali, setelah berselang
satu kali pelari berikutnya / kelompok lari berikutnya.
- Kecepatan lari yang terbaik yang dihitung. Testi
dinyatakan gagal, apabila melewati atau
menyeberang ke lintasan lainnya.
5)
Norma Penilaian Atlet
Nasional
No.
|
Putra
|
Putri
|
Norma Penilaian
|
Nilai
|
1.
|
3.58 -
3.91
|
4.06-4.50
|
Baik
Sekali / BS
|
5
|
2.
|
3.92-4.34
|
4.51-4.96
|
Baik
/ B
|
4
|
3.
|
4.35-4.72
|
4.97 -
5.40
|
Sedang
/ S
|
3
|
4.
|
4.73-5.11
|
5.41-5.86
|
Kurang
/ K
|
2
|
5.
|
5.12-5.50
|
5.86-6.30
|
Kurang
Sekali / KS
|
1
|
b.
Sit Up (Berbaring-Duduk)
a) Tujuan
Tes
ini bertujuan mengukur daya tahan kekuatan otot-otot perut.
b) Alat peralatan.
-
Lantai
datar atau matras
-
Bolpoint
dan formulir
-
Stopwatch
-
Alat
penghitung (tally counter)
c) Tester
-
Satu
orang pemegang stopwatch dan pengambil waktu;
-
pengawas
merangkap penghitung dan pencatat hasil, jumlah pengawas sesuai kebutuhan;
d) Pelaksanaan
- Testi berbaring telentang, kedua tangan di belakang
tengkuk, kedua siku lurus ke depan;
- Kedua lutut ditekuk, kedua tapak kaki tetap di lantai.
Bersama dengan aba-aba "siap"
testi siap melaksanakan, bersamaan dengan aba-aba "yaak"
stopwatch dijalankan, testi
mengangkat tubuh, kedua siku menyentuh lutut, kemudian kembali berbaring
ke sikap semula;
- Lakukan tes tersebut berulang kali dan sebanyak mungkin
dalam waktu 1 menit. Jumlah berapa kali testi dapat melakukan tes tersebut
dicatat hasilnya
Catatan:
- Testi tidak boleh dibantu orang lain dengan menahan
pergelangan kaki.
- Tes gagal, apabila pada wakfu berusaha angkat tubuh,
salah satu siku tidak nyentuh paha atau
lutut.
- Bila BD dilakukan sebanyak mungkin selama 30 detik, tes
tersebut bertujuan mengukur
kekuatan otot-otot perut. Tetapi bila tes BD dilakukan sebanyak mungkin selama 1 menit, tes tersebut mengukur daya tahan
kekuatan otot-otot perut.
e)
Norma Penilaian Atlet
Nasional
No.
|
Putra
|
Putri
|
Norma Penilaian
|
Nilai
|
1.
|
≥
70
|
≥
70
|
Baik
Sekali / BS
|
5
|
2.
|
54 – 69
|
54 – 69
|
Baik
/ B
|
4
|
3.
|
38
– 53
|
38
– 53
|
Sedang
/ S
|
3
|
4.
|
22
– 37
|
22
– 34
|
Kurang
/ K
|
2
|
5.
|
≤ 21
|
≤ 21
|
Kurang
Sekali / KS
|
1
|
c.
Lari 300 Meter
1) Tujuan
Untuk mengukur
kemampuan kapasitas anaerobik seorang atlet dalam lari menempuh jarak 300
meter.
2) Alat
peralatan
- Stadion dengan lintasan lari atau lapangan datar panjang
minimal 125 meter.
-
Stopwatch,
balpoint dan formulir
-
Bendera
start
-
Lintasan
lari lebar 1,22 cm, buat beberapa lintasan
3) Tester
-
1
orang stater
-
pengambil
waktu sesuai kebutuhan
-
1
orang pencatat waktu
4) Pelaksanaan
-
Dengan
aba-aba "bersedia" testi siap berdiri di belakang garis start. Dengan
aba-aba
"siap" testi dengan start berdiri siap lari. Dengan aba-aba
"yaak" bersamaan dengan
bendera start terangkat testi lari secepat-cepatnya menempuh jarak 300 meter. Kecepatan lari dicatat sampai dengan 0,1 detik,
bila memungkinkan dicatat sampai dengan 0,01
detik.
-
Kecepatan
lari yang terbaik yang dihitung. Testi dinyatakan gagal, apabila melewati
atau menyeberang ke lintasan lainnya.
5) Norma
Penilaian Atlet Nasional
No.
|
Putra
|
Putri
|
Norma Penilaian
|
Nilai
|
1.
|
≥ 12.10
|
≥ 12.42
|
Baik
Sekali / BS
|
5
|
2.
|
12.11
– 13.53
|
12.43
– 14.09
|
Baik
/ B
|
4
|
3.
|
13.54 – 14.96
|
14.10 – 15.74
|
Sedang
/ S
|
3
|
4.
|
14.98 – 16.39
|
15.75 – 17.39
|
Kurang
/ K
|
2
|
5.
|
≤
16.40
|
≤
17.40
|
Kurang
Sekali / KS
|
1
|
d.
Tolak Bola Medicine (TBM) 3 Kg
1)
Tujuan
Untuk
mengukur kekuatan otot-otot lengan dan bahu.
2)
Alat peralatan
-
Bola
medicine 3 kg
-
Bolpoint
dan formulir
-
Lapangan
datar dengan garis batas
3)
Tester
-
Pengawas
garis batas sekaligus pencatat hasil
-
Pengawas
jatuhnya bola dan pengukur jarak tolakan
4)
Pelaksanaan
-
Testi duduk
dibelakang garis batas, memegang bola medicine dengan kedua tangan
di depan dada.
-
Tanpa
awalan bola ditolakkan dengan kedua tangan dari dada ke depan sejauh-jauh.
-
Hitung
jarak tolakkan dari garis batas sampai dengan jatuhnya
bola yang terdekat dengan garis batas.
-
Jarak tolakan dicatat
sampai cm penuh.
-
Lakukan tolakkan dua kali berurutan.
-
Jarak tolakkan yang terjauh yang
dihitung.
-
Tolakkan
dinyatakan gagal bila bola tidak ditolak dengan kedua tangan bersama dari
dada.
5) Norma
Penilaian Atlet Nasional
No.
|
Putra
|
Putri
|
Norma Penilaian
|
Nilai
|
1.
|
≥
6.00
|
≥
4.10
|
Baik
Sekali / BS
|
5
|
2.
|
5.25 – 5.99
|
3.70 – 409
|
Baik
/ B
|
4
|
3.
|
4.26
– 5.26
|
3.15
– 3.14
|
Sedang
/ S
|
3
|
4.
|
3.51
– 3.50
|
2.71
– 3.14
|
Kurang
/ K
|
2
|
5.
|
≤ 3.50
|
≤ 2.70
|
Kurang
Sekali / KS
|
1
|
e.
Lari bolak Balik 4x5
meter
1)
Tujuan
Untuk
mengukur kelincahan seseorang mengubah posisi dan atau arah .
2)
Alat
peralatan
-
Stopwatch
sesuai kebutuhan
-
Lintasan
lari datar panjang minimal 10 meter dengan garis batas jarak 5 meter dengan
setiap lintasan lebar 1,22 meter.
3)
Tester
-
1
orang starter dan pencatat waktu
-
pengambil
waktu sesuai jumlah testi dan lintasan yang tersedia
4)
Pelaksanaan
-
Pada aba-aba
"bersedia" setiap testi berdiri di belakang garis atau garis pertama di tengah lintasan. Pada aba-aba
"siaap" testi dengan start berdiri slap lari, dengan aba-aba
"yaak" testi segera lari menuju ke garis kedua dan setelah kedua kaki
melewati garis kedua segera berbalik dan menuju ke garis start. Lari dari start atau garis pertama menuju ke garis kedua
dan kembali ke garis start dihitung 1 kali.
-
Pelaksanaan lari
dilakukan sampai ke empat kalinya bolak-balik sehingga nempuh jarak 40 meter. Setelah melewati garis finish stopwatch
dihentikar.
-
Kelincahan
lari dihitung sampai dengan 0,1 atau 0,01 detik.
Perhatian : Testi berbalik setelah kedua kaki melewati garis
kedua ataupu garis start.
5)
Norma Atlet Nasional
No.
|
Putra
|
Putri
|
Norma Penilaian
|
Nilai
|
1.
|
>
12,10
|
>
12,42
|
Baik
Sekali / BS
|
5
|
2.
|
12,11 – 13,53
|
12,43
– 14,09
|
Baik
/ B
|
4
|
3.
|
13,54
– 14,96
|
14,10
– 15,74
|
Sedang
/ S
|
3
|
4.
|
14,98
– 16,39
|
15,75
– 17,39
|
Kurang
/ K
|
2
|
5.
|
>
16,40
|
>
17,40
|
Kurang
Sekali / KS
|
1
|
f.
Duduk Berlanjur dan
meraih
1) Tujuan
Untuk mengukur kelentukan tubuh pada bagian pinggul
2) Alat
peralatan
-
Pita
pengukur dalam cm dengan panjang minimal dua meter
-
Tembok
atau papan tegak lurus dengan lantai datar
-
Bolpoint
dan formulir
3) Tester
-
1 orang pengawas
merangkap pengukur
-
1 orang pencatat
4) Pelaksanaan
menduduki pita pengukur
-
Pita
pengukur diletakkan lurus di lantai, dengan huruf o (nol) pada tepi tembok.
-
Testi melepaskan
sepatu dan kaos kaki, duduk berlunjur menduduki pita pengukur: pantat,
punggung dan kepala merapat tembok, kedua kaki lurus ke depan dengan kedua
lutut lurus.
-
Panjang kaki dicatat
sampai cm penuh; pengukuran dari tembok,
kedua kaki kangkang, lutut boleh bengkok.
-
Kemudian
testi meraihkan kedua lengan kedepan sejauh mungkin dan menempatkan kedua
jari-jari tangan pada pita sejauh mungkin.
-
Tahap
raihan tersebut minimal
selama 3 (tiga) detik. Jauh raihan itu dicatat sampai dengan cm penuh.
-
Lakukan
raihan dua kali berurutan, dan jarak raihan terjauh yang dihitung.
-
Penghitungan jarak
raihan ialah: ujung jari-jari tangan terpanjang dari masing-masing tangan dan jarak/yang terdekat yang dicatat
di antara kedua tangan.
-
Kelentukan
tubuh diukur selisih antara jarak raihan dengan panjang kaki dalam cm.
5) Norma
Atlet Nasional
No.
|
Putra
|
Putri
|
Norma Penilaian
|
Nilai
|
1.
|
> 41
|
> 46
|
Baik
Sekali / BS
|
5
|
2.
|
31 – 45
|
35 – 45
|
Baik
/ B
|
4
|
3.
|
21
– 30
|
26
– 34
|
Sedang
/ S
|
3
|
4.
|
11
– 20
|
16
– 25
|
Kurang
/ K
|
2
|
5.
|
<
10
|
<
15
|
Kurang
Sekali / KS
|
1
|
g. Lari 15 menit Tes
Balke / Bleep Tes
1)
Tujuan
Untuk mengukur daya tahan kerja jantung dan pernafasan
atau dapat pula untuk mengukur V02 max.
2)
Alat peralatan
- Lintasan
lari dalam stadion atau lintasan datar panjang minimal 220, dengan batas-batas
setiap jarak 10 meter.
- Stopwatch, bolpoint dan formulir Tester.
3)
Tester
-
1
orang starter merangkap pencatat waktu.
-
pengawas
merangkap penghitung jarak lari sesuai kebutuhan.
4)
Pelaksanaan
-
Pelaksanaan seperti
lari 1.600 meter, hanya saja testi berusaha lari sejauh mungkin dalam waktu 15
menit.
-
Apabila testi tidak
kuat lari dapat diselingi dengan berjalan.
-
Persis
15 menit sropwotch dihentikan bersamaan dengar bunyi peluit
yang keras dan saat itu pula setiap testi berhenti ditempat atau lari-lari di
tempat.
-
Pengawas
menghitung jarak tempuh setiap testi dalam meter.
-
Misalkan
seorang testi dalam lari 15 menit menempuh jarak 3.800 meter.
Vo2Max = 33,3 +
(jarak Tempuh – 133) x 0,172
15
|
Vo2 Max = 33,3 (3800-133) x 0,172
15
= 33,3 + (253 – 133) x 0,172
= 33,3 – 120 x 0,172
= 33,3 + 20,6
= 53,9 ml/g/min
5)
Norma Atlet Nasional
No.
|
Putra
|
Putri
|
Norma Penilaian
|
Nilai
|
1.
|
61,00
– 65,90
|
59,30
– 54,30
|
Baik
Sekali / BS
|
5
|
2.
|
60,90 – 55,10
|
54,20
– 49,30
|
Baik
/ B
|
4
|
3.
|
55,00
– 49,20
|
49,20
– 44,20
|
Sedang
/ S
|
3
|
4.
|
49,10
– 43,30
|
44,10
– 39,20
|
Kurang
/ K
|
2
|
5.
|
≤ 43,20
|
≤ 39,10
|
Kurang
Sekali / KS
|
1
|
a)
Konversi
Klasifikasi Seluruh Penilaian Setiap Butir Tes
No
|
Norma
|
Nilai
|
No
|
Norma
|
Nilai
|
1
|
BS+
|
5,0
|
8
|
S-
|
2,8
- 2,9
|
2
|
BS
|
4,8
– 4,9
|
9
|
K+
|
2,4
– 2,7
|
3
|
B+
|
4,4
– 4,7
|
10
|
K
|
2,0
– 2,3
|
4
|
B
|
4,0
– 4,3
|
11
|
K-
|
1,8
– 1,9
|
5
|
B-
|
3,8
– 3,9
|
12
|
KS+
|
1,4
-1,7
|
6
|
S+
|
3,4
– 3,7
|
13
|
K
|
1,0
– 1,3
|
7
|
S
|
3,0
– 3,3
|
b)
Contoh Hasil Tes
Kemampuan Fisik Atlet Tenis Meja
Butir Tes
Atlet
|
LP
|
Lari 30 M
|
Sit-ap
1 menit
|
Lari
300 M
|
Bola
Medicine
|
4x5 M B.B.
|
DB
|
Lari 15 Menit
|
|
|
a
|
b
|
C
|
d
|
f
|
g
|
h
|
Edy Sulkarnaen
|
L
|
4.68 4.60
|
68
|
12,40
|
5.10
4.95
|
13.09 12.80
|
40
|
57
|
Heriyanti
|
P
|
4.95 4.85
|
65
|
12,55
|
3.90 4.60
|
14.75 14.55
|
36
|
55
|
Catatan: Untuk butir tes
lari 30 m, kelincahan 4x5 meter bolak-balik, kelentukan meraih dan tolak bola
medicine, setiap testi melakukan dua kali. Dari dua kali tes diambil hasil
terbaik
c)
Kesimpulan Hasil Tes
Kemampuan Fisik Tenis Meja
1. Setiap butir tes diubah berdasar norma yang
berlaku, dengan klasifikasi nilai Sekali
(BS), Baik (B), Sedang (S), Kurang (K) dan Kurang Sekali (KS), bagi atlet putra
ataupun atlet putri.
2. Status
penilaian untuk rangkaian tes (Skor Total) adalah jumlah setiap butir tes dibagi
jumlah butir test untuk atlet Edy Zulkarnaen status skor total ialah: 3+4+4+4+5+4+4= 28:7 = 4,0 Lihat dalam klasifikasi
penilaian skor total 3.9 berarti Baik. Sedangkan rangkaian tes atau skor total
atlet putri Heriayanti 4 + 4 + 3
+ 5 + 5 + 4 + 5 = 30 : 7 =
4.28 berarti Baik (B).[13]
F.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
a) Untuk sukses sebagai
pelatih maka pelatih harus berwawasan ilmiah dan ciri-ciri pelatih yang
berwawasan ilmiah adalah kemampuan menerima ide-ide baru, mencari
jawaban-jawaban ajaib, evaluasi terhadap tehnik baru, serta dalam membuat
keputusan selalu didasari atas data-data;
b) Ada empat aspek
latihan yang perlu dilatih yaitu latihan fisik, latihan tehnik, latihan taktik
dan latihan mental;
c) Semakin tinggi kualitas tehnik yang harus dikuasai oleh seorang atlet
maka semakin besar pula kebutuhan fisik yang dibutuhkan. Begitu pula dengan kualitas
kejuaraan/tournament yang akan diikuti maka semakin besar pula kondisi fisik
yang dibutuhkan seorang atlet untuk meraih prestasi di kejuaraan yang diikuti;
d) Tujuan
utama dari latihan atau training adalah untuk membantu atlet meningkatkan
ketrampilan dan prestasi olahraganya semaksimal mungkin;
e) Definisi mengenai training
adalah proses yang sistematis dari
berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan serta
intensitas latihannya;
f)
Unsur
fisik yang dibutuhkan cabang olahraga tenis meja yaitu pada bagian bahu diberi
latihan kekuatan otot dan kelentukan, dada diberi latihan kekuatan otot,
kecepatan dan daya ledak, lengan diberi latihan daya tahan otot dan kelentukan
dan kecepatan reaksi serta power, serta bagian peru kekuatan dan kecepatan
serta pada tungkai latihan kekuatan, agilitas dan kelentukan, kecepatan;
g) Latihan
fisik haruslah berpedoman pada teori-teori serta prinsip-prinsip latihan yang
sudah diterima secara universal. Tanpa berpedoman pada teori serta
prinsip-prinsip latihan yang benar,
latihan seringkali menjurus ke praktek malpractice dan ke latihan yang tidak sistematis, sehingga prestasi pun sukar
meningkat;
h) Untuk mengetahui
perkembangan kemampuan fisik seorang atlet tenis meja maka dilakukan tes
pengukuran;
2. Saran-saran
a) Disarankan kepada
para pelatih tenis meja agar menjadikan latihan fisik sebagai pondasi seluruh
aspek latihan;
b) Disarankan kepada
pelatih tenis meja untuk berwawasan ilmiah dalam menerapkan pola latihannya untuk
meraih prestasi puncak;
c) Disarankan kepada
induk organisasi tenis meja untuk rutin melakukan TOT khusus tenis meja sesuai
dengan tingkatannya;
d) Disarankan kepada
pelatih untuk rutin melakukan tes kemampuan fisik untuk perkembangan fisik yang
dialami atletnya;
e) Disarankan kepada
kalangan kampus untuk aktif melakukan penelitian khususnya di cabang olahraga
tenis meja dan mensosialisasikan hasil penelitiannya kepada para pelatih;
f)
Disarankan
kepada induk organisasi tenis meja untuk rutin menggelar kompetisi secara
teratur karena tanpa kompetisi secara teratur maka pelatih sulit menentukan
sasaran latihan;
DAFTAR
PUSTAKA
Akbar, Andi. 1997. Pengaruh Latihan Bayangan Secara Anaerobik Terhadap Keterampilan
Bermain Tenis Meja. Skripsi tidak diterbitkan.Ujung Pandang: FPOK IKIP
Ujung Pandang.
__________2007. Kontribusi
Komponen Kemampuan Fisik terhadap Ketrampilan Bermain Tenis Meja, Makassar, UNM. Tesis, Pasca
Sarjana UNM
Buku Petunjuk Latihan Fisik, Depkes, 1991.
Bompa, T.O., Theory and Methodology of Training. The
Key to Athletes Performance, Second Edition 1990 Rendall/Hunt Publishing Co.,
2460 Kerper E:. m PO
Box 539 Dubuque, IOWA.
Damiri, Ahmad., Nurlan Kusmaedi. 1992. Olahraga Pilihan Tenis Meja. Bandung:
Proyek Pendidikan Tenaga Kependidikan Depdikbud
Harsono. 1988. Coaching
dan Aspek-aspek Psykologi dalam Coaching. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Depdikbud.
Harsuki, H. 2003. Perkembangan Olahraga Terkini, Kajian Para pakar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Kertamanah, Alex. 1993. Olahraga Tenis Meja. Jilid 2. Bandung: Pionir Jaya
_______________. 2003. Teknik dan Taktik Dasar Permainan Tenis Meja. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
_______________. 2003. Teknik dan Taktik Mahir Permainan Tenis Meja. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Lutan, Rusli. 1988. Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta:
Direktorat Jenderal Depdikbud
Moeslim,
M., Test dan Pengukuran Kepelatihan, Seri Bahan Penataran. Tingkat
Dasar, Pusat Pendidikan dan Penataran KON1 Pusat, 1995.
Pate, R, R, Bruce, McClenaghan, Tobert, Rotella,
Clegan, 1984. Seiculifis Fundation of
Coaching. Phliladelphia:
Terjemahan oleh Kasiyo Dwijowinoto. 1993. Semarang: IKIP Semarang Press.
Sajoto, Muhammad. 1988. Pembinaan Kondisi Fisik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Depdikbud.
DAFTAR ISI
[1] Pate, R, R, Bruce, McClenaghan, Tobert, Rotella, Clegan, 1984. Seiculifis Fundation of Coaching. Phliladelphia: Terjemahan oleh Kasiyo
Dwijowinoto. 1993. Semarang: IKIP Semarang Press.
[2] Kertamanah,
Alex
. 2003. Teknik
dan Taktik Mahir Permainan Tenis Meja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
[4] Sajoto, Muhammad. 1988. Pembinaan
Kondisi Fisik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud.
[5] Sajoto, Muhammad. 1988. Pembinaan
Kondisi Fisik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud.
[6] Kertamanah, Alex 2003. Teknik dan Taktik Dasar
Permainan Tenis Meja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
[7] Bompa,
Tudor O., Theory and Methodology of
Training, Kendal/Hunt Publishing Company, Dubuque, Iowa, 1986.
[10] Bompa, Tudor
O., Theory and Methodology of Training,
Kendal/Hunt Publishing Company, Dubuque, Iowa, 1986
[11] Akbar, Andi., Kontribusi komponen kemampuan fisik terhadap
ketrampilan bermain tenis meja, Makassar, UNM. Tesis, 2007.
[12] Akbar, Andi. 1997. Pengaruh Latihan Bayangan Secara Anaerobik Terhadap Keterampilan
Bermain Tenis Meja. FPOK IKIP Ujung Pandang. Skripsi tidak diterbitkan.
[13] Harzuki,
Olahraga dalam buku Perkembangan Olahraga
Terkini (Kajian Para Pakar) sub materi Mochamad Moeslim,. Pengukuran dan
Evaluasi Pelaksanaan Program Pelatihan Cabang,. 2002 Jakarta
Mantapp !!!
BalasHapusmantapp banget artikelnya detai sekali
BalasHapusKunjungi juga zonapelatih
terimakasih bang,sungguh bermanfaat :)
BalasHapusbang saya mau tanya tentang pendapat para ahli tentang latihan bayangan / shadow play
BalasHapusSilahkan....
HapusTujuan latihan shadow play merupakan hasil riset saya waktu S1, latihan ini menjadi makanan sehari-hari atlet yang saya persiapkan menghadapi pra PON 2004 dan 2008, hasil peringkat 7 dan 5 di pra PON atlet binaan sendiri...
HapusMohon ijin unduh tulisannnya. Terimakasih
BalasHapusmantap pak
BalasHapus